Ilustrasi: Sebuah perjalanan menuju kemudahan.
Dalam susunan mushaf Al-Qur'an yang kita kenal saat ini, terdapat tatanan yang sangat teratur dan mengandung hikmah mendalam. Salah satu penempatan yang menarik adalah posisi surat Ad-Dhuha dan surat Al-Insyirah (Asy-Syarh). Kedua surat ini sering disebut sebagai "pasangan" karena memiliki tema yang sangat berkaitan erat, yaitu janji pertolongan dan kemudahan dari Allah SWT setelah melalui masa kesulitan atau kesempitan.
Secara kronologis dalam mushaf, setelah surat Al-Insyirah (Surah ke-94), yang ayat terakhirnya adalah: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan," ayat selanjutnya adalah awal dari surat yang baru. Surat yang persis mengikuti Al-Insyirah adalah Surat At-Tin (Surah ke-95).
Surat At-Tin dibuka dengan sumpah Allah SWT yang sangat kuat terhadap ciptaan-Nya yang mulia: "Demi buah Tin dan buah Zaitun, dan demi Gunung Sinai, dan demi negeri (Mekah) yang aman ini." Pengalihan dari Al-Insyirah ke At-Tin ini bukan sekadar urutan acak, melainkan sebuah alur naratif spiritual yang penting.
Setelah Al-Insyirah menjamin bahwa setiap kesulitan pasti diikuti kemudahan—sebuah janji yang meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW dan umatnya di masa-masa sulit—Al-Qur'an kemudian mengalihkan fokus kepada bukti-bukti kebesaran dan kesempurnaan ciptaan Allah.
Surat At-Tin dimulai dengan bersumpah atas empat hal: Buah Tin, Buah Zaitun, Gunung Sinai, dan Mekah al-Aminah (negeri yang aman). Sumpah-sumpah ini sering ditafsirkan sebagai penegasan atas kesempurnaan ajaran yang dibawa oleh para nabi, dimulai dari Nabi Nuh, Musa, hingga Nabi Muhammad SAW.
Inti dari Surat At-Tin terletak pada ayat keempatnya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Ahsan Taqwiim)." Ini adalah puncak validasi dari pesan Al-Insyirah. Jika Allah telah menjamin kemudahan bagi manusia yang beriman (seperti yang dijanjikan pada Al-Insyirah), maka hal itu beralasan, karena manusia diciptakan dalam derajat yang paling mulia.
Memahami urutan surat sesudah Al-Insyirah memberikan pelajaran berharga mengenai siklus kehidupan spiritual:
Jadi, surat yang menyusul Al-Insyirah, yaitu At-Tin, berfungsi sebagai penutup logis dari pelajaran tentang kesulitan. Setelah diberikan ketenangan bahwa kesulitan akan berlalu, kita diingatkan tentang tujuan penciptaan kita, yaitu untuk hidup dalam ketaatan kepada Sang Pencipta yang telah memberikan bentuk terbaik bagi kita.
Penting juga untuk dicatat bahwa Al-Insyirah (Surah ke-94) merupakan kelanjutan langsung dari Surat Ad-Dhuha (Surah ke-93). Ad-Dhuha dimulai dengan janji bahwa Allah tidak meninggalkan dan membenci Nabi Muhammad SAW setelah jeda wahyu terasa lama. Sementara Al-Insyirah menegaskan bahwa kesulitan (masa jeda itu) diikuti oleh kelapangan dan kemudahan.
Oleh karena itu, rangkaian ini menunjukkan pola dakwah yang sempurna:
Keseluruhan urutan ini memberikan landasan teologis yang kokoh bagi seorang Muslim untuk menghadapi pasang surut kehidupan. Dengan memahami surat yang menyusul Al-Insyirah, kita mendapatkan perspektif yang lebih luas mengenai posisi kita di hadapan Allah, memastikan bahwa janji kemudahan adalah sarana untuk kembali kepada syukur atas penciptaan yang mulia.
Mengamalkan ajaran dari surat-surat ini, terutama janji kemudahan dari Al-Insyirah, memberikan kekuatan spiritual untuk menjalani perintah Allah selanjutnya yang terdapat dalam Surat At-Tin, yaitu menjaga kualitas diri sebagai manusia sebaik-baiknya ciptaan.