Surat Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an yang sering dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat. Surat ini mengandung empat kisah besar yang berfungsi sebagai peringatan dan pelajaran mendalam bagi umat Islam, terutama dalam menghadapi fitnah duniawi. Salah satu ayat kunci yang merangkum peringatan mengenai tipu daya harta adalah ayat ke-39.
Wa lau lā idh dakharta jannataka qulta mā shā'allāhu lā quwwata illā billāh, in tarani ana aqalla minka mālanw wa waladan
Dan seandainya kiranya, ketika engkau memasuki kebunmu, engkau mengucapkan, "Mā shā'allāh, lā quwwata illā billāh" (Inilah kehendak Allah; tiada daya (kekuatan) kecuali dengan pertolongan Allah), (niscaya Allah akan melindunginya). Sesungguhnya engkau menganggap Aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan?
Ayat 39 ini merupakan bagian dari dialog atau teguran yang dialami oleh seorang laki-laki kaya yang sombong dalam kisah pemilik dua kebun (Ashab al-Jannatain). Kisah ini diceritakan setelah Allah SWT memberikan kekayaan luar biasa kepada seorang mukmin yang kemudian kufur nikmat.
Dalam konteks modern, ayat ini sangat relevan bagi kita yang sering kali terbuai oleh pencapaian materi atau status sosial. Fitnah harta (fitnah al-māl) adalah salah satu fitnah terbesar yang disoroti oleh Surat Al-Kahfi. Ketika kita berhasil dalam bisnis, mendapatkan promosi, atau mencapai target tertentu, sangat mudah bagi hati kita untuk mulai membanggakan diri sendiri ("Saya yang bekerja keras!").
Ayat 39 mengajarkan mekanisme spiritual untuk menetralisir kesombongan: pengakuan total akan kekuasaan Allah. Mengucapkan "Mā shā'allāh, lā quwwata illā billāh" adalah benteng agar kesuksesan kita tidak menjadi sebab kebinasaan kita. Ini adalah pengakuan kerendahan hati bahwa kekayaan atau kesuksesan hanyalah titipan sementara. Jika Allah menghendaki, titipan itu bisa lenyap dalam sekejap, sebagaimana kebun pemilik yang kufur itu musnah dihantam badai atau azab ilahi.
Harta dan keturunan adalah ujian. Bagi orang yang beriman, keduanya adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Namun, bagi yang lupa, keduanya menjadi penghalang dan sumber kesombongan. Oleh karena itu, ayat ini menjadi pengingat abadi untuk selalu menisbatkan segala nikmat kepada Zat yang Maha Memberi.