Visualisasi makna kebenaran dan pertanggungjawaban.
Surah Al-Kahfi merupakan salah satu surah istimewa dalam Al-Qur'an yang mengandung banyak pelajaran penting, terutama bagi mereka yang menghadapi fitnah duniawi dan keraguan iman. Bagian akhir dari surah ini, khususnya ayat 98 hingga 110, memberikan penutup yang kuat mengenai konsekuensi perbuatan manusia serta hakikat hubungan antara amal dan balasan di akhirat.
Ayat-ayat pembuka bagian penutup ini secara spesifik merujuk pada Ya'juj dan Ma'juj, yang merupakan salah satu tanda besar kiamat. Allah SWT berfirman:
"Dan Kami biarkan mereka (Ya'juj dan Ma'juj) pada hari itu bercampur aduk antara satu dengan yang lain; dan tiuplah sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka semua." (QS. Al-Kahfi: 98)
Peringatan ini menegaskan bahwa batas waktu yang telah ditetapkan oleh Allah akan tiba tanpa dapat dihindari. Kehancuran dan kekacauan yang akan timbul menjelang kiamat adalah bagian dari skenario ilahi.
Setelah menggambarkan keganasan kaum Ya'juj dan Ma'juj, ayat-ayat ini beralih pada penekanan tentang pertanggungjawaban total di hadapan Allah. Surah Al-Kahfi menekankan bahwa tidak ada satu pun perbuatan, sekecil apapun, yang terlewatkan dari perhitungan-Nya. Fitnah terbesar di dunia ini, yaitu kesenangan duniawi dan kesesatan Dajjal, akan berakhir ketika tirai kiamat disingkap.
Bagian terpenting dari penutup surah ini terletak pada perbandingan antara orang-orang yang menyia-nyiakan hidup mereka untuk mengejar kesenangan yang fana dengan mereka yang beramal saleh dengan dasar keimanan yang kokoh. Ayat 103 dan 104 sering dikutip sebagai pengingat tajam:
"Katakanlah (Muhammad), 'Apakah kamu mengira bahwa Kami akan membiarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh berada dalam keadaan seperti orang-orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau (apakah kamu mengira) Kami akan menganggap orang-orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang durjana?'" (QS. Al-Kahfi: 103)
Perbandingan ini menetapkan garis pemisah yang tegas: iman dan amal saleh akan selalu dihargai secara berbeda dari kesesatan dan kejahatan. Kontras ini mendidik Muslim agar tidak terjebak dalam ilusi bahwa semua jalan pada akhirnya akan sama di sisi Allah.
Ayat-ayat ini menegaskan bahwa tujuan hidup seorang mukmin bukanlah sekadar menjalani rutinitas, melainkan membangun amal yang memiliki nilai kekal. Amal saleh yang dilakukan dengan niat tulus dan didasari keimanan sejati akan menjadi bekal terbesar, bukan harta atau popularitas duniawi.
Penutup Surah Al-Kahfi merupakan kesimpulan akhir dari seluruh pesan yang disampaikan, dimulai dari kisah Ashabul Kahfi, kisah pemilik dua kebun, hingga peringatan akhir zaman. Ayat 106 dan 107 secara eksplisit menyatakan nasib orang-orang yang salah memilih jalan:
"Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat balasan surga Firdaus, sebagai tempat tinggal mereka, kekal di dalamnya; mereka tidak ingin pindah dari sana." (QS. Al-Kahfi: 107-108)
Kontras dengan nasib buruk mereka yang menyekutukan Allah dan mengejar dunia, orang beriman akan menikmati kenikmatan abadi di tempat yang paling mulia.
Ayat terakhir (Ayat 110) berfungsi sebagai rangkuman final, sekaligus pengingat bahwa Nabi Muhammad SAW, dan secara implisit setiap Muslim, hanyalah seorang penyampai pesan.
"Katakanlah (wahai Muhammad), 'Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diberi wahyu, bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, biarlah ia mengerjakan amal saleh dan jangan pula ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya.'" (QS. Al-Kahfi: 110)
Ayat ini memuat dua pilar utama ajaran Islam: penegasan ketauhidan yang murni (mengesakan Allah) dan keharusan untuk mengiringinya dengan amal saleh. Penghindaran dari syirik sekecil apapun, termasuk dalam niat dan amal, adalah syarat mutlak untuk meraih keridhaan Allah dan perjumpaan yang membahagiakan di hari perhitungan.
Dalam menghadapi tantangan zaman modern yang penuh dengan godaan materi, informasi yang menyesatkan, dan kecepatan hidup yang membuat lalai, pesan-pesan dalam Surah Al-Kahfi ayat 98-110 menjadi sangat relevan. Ayat-ayat ini mendorong kita untuk introspeksi: apakah prioritas kita selaras dengan tujuan akhir yang kekal? Apakah kita mengejar pencapaian yang hanya bertahan seumur hidup, atau kita membangun pondasi untuk keabadian?
Memahami bahwa kesetaraan hanya ada dalam pengabdian kepada Allah, bukan dalam hasil duniawi, adalah kunci ketenangan batin. Ayat-ayat penutup ini adalah panggilan untuk senantiasa memperbaiki kualitas amal, menjaga kemurnian tauhid, dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya, karena waktu dunia ini hanyalah bekal singkat menuju kehidupan yang sesungguhnya.