Kedudukan Iqomah bagi Perempuan dalam Shalat Berjamaah

Iqomah adalah panggilan kedua setelah adzan, yang menandakan bahwa shalat berjamaah akan segera dimulai. Seruan ini memiliki kedudukan penting dalam syariat Islam, sebagai penanda dimulainya waktu ibadah secara kolektif. Namun, dalam konteks shalat berjamaah, sering muncul pertanyaan spesifik mengenai peran perempuan dalam melantunkan atau mendengar iqomah, terutama ketika mereka shalat di rumah atau di tempat terpisah dari jamaah laki-laki.

Secara umum, hukum iqomah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), mengikuti hukum adzan. Meskipun demikian, tata cara dan kewajiban terkait iqomah ini memiliki sedikit perbedaan interpretasi antara madzhab mengenai keterkaitannya dengan jamaah itu sendiri.

Iqomah Saat Shalat Sendirian atau di Rumah

Banyak ulama berpendapat bahwa adzan dan iqomah disunnahkan secara kuat apabila shalat dilaksanakan secara berjamaah. Apabila seseorang melaksanakan shalat sendirian (munfarid), baik laki-laki maupun perempuan, hukum adzan dan iqomah berubah menjadi anjuran yang lebih ringan. Mayoritas ulama fikih sepakat bahwa jika seseorang shalat sendirian di rumah, ia tidak wajib melakukan adzan dan iqomah. Namun, sebagian ulama menganjurkan untuk tetap melantunkannya sebagai bentuk penegasan waktu shalat.

Untuk iqomah perempuan saat shalat di rumah, terutama jika ia shalat sendirian, situasinya serupa. Jika ia merasa perlu untuk mengucapkannya sebagai pengingat pribadi akan dimulainya shalat, hal itu diperbolehkan, bahkan dianjurkan oleh sebagian kalangan, meskipun tidak wajib hukumnya sekuat ketika shalat jamaah laki-laki di masjid.

Peran Iqomah dalam Jamaah Perempuan

Ketika sekelompok perempuan melaksanakan shalat berjamaah tanpa kehadiran laki-laki (misalnya, di majelis khusus perempuan), muncul pembahasan apakah mereka juga harus melaksanakan adzan dan iqomah. Pendapat yang kuat menyatakan bahwa iqomah tetap disunnahkan dalam jamaah perempuan tersebut.

Salah satu di antara mereka akan bertindak sebagai muadzinah (yang mengumandangkan adzan) dan muqimmah (yang mengumandangkan iqomah). Ini dilakukan untuk menegaskan dimulainya shalat secara kolektif di antara sesama jamaah perempuan, meskipun suara iqomah tersebut tidak dimaksudkan untuk didengar oleh umum seperti halnya iqomah di masjid.

Beberapa ulama berpegang pada dalil umum bahwa adzan dan iqomah adalah syiar shalat berjamaah. Oleh karena itu, jika jamaah perempuan dilaksanakan, syiar tersebut sebaiknya ditegakkan. Dalam konteks ini, perempuan yang menjadi imam dalam shalat jamaah perempuan juga yang bertugas melaksanakan iqomah.

Perbedaan Tata Cara Iqomah Perempuan

Dalam hal lafazh, tidak ada perbedaan antara adzan/iqomah laki-laki dan perempuan. Lafazh iqomah tetap sama, yaitu mengucapkan:

"Allahu Akbar, Allahu Akbar. Asyhadu an laa ilaaha illallah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya 'alash shalah. Hayya 'alal falah. Qad qamatis shalah, qad qamatis shalah. Allahu Akbar, Allahu Akbar. Laa ilaaha illallah."

Namun, ada batasan etika yang perlu diperhatikan. Suara perempuan, dalam pandangan fikih, memiliki batasan aurat tertentu ketika didengar oleh laki-laki yang bukan mahram. Oleh karena itu, jika iqomah dilakukan oleh perempuan di tempat di mana kemungkinan besar didengar laki-laki, suara iqomah tersebut harus dikontrol agar tidak terlalu nyaring atau merdu yang dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Ini bukan berarti perempuan dilarang beriqomah, melainkan menekankan prinsip menjaga adab dan batasan interaksi suara di ranah publik. Jika jamaah perempuan dilakukan di ruang tertutup dan aman (misalnya di dalam rumah mereka sendiri), kekhawatiran ini menjadi berkurang dan fokus utama adalah pada tegaknya sunnah iqomah itu sendiri.

Kesimpulan

Hukum iqomah bagi perempuan tidak berbeda secara fundamental dengan laki-laki terkait substansi lafazhnya. Jika perempuan melaksanakan shalat berjamaah sesama perempuan, sangat dianjurkan (sunnah) untuk melaksanakan iqomah sebagai penanda dimulainya shalat kolektif. Jika shalatnya munfarid (sendirian), iqomah hukumnya lebih ringan, namun tetap dianjurkan sebagai kebaikan. Prinsip utama yang perlu dijaga adalah bagaimana pelaksanaan iqomah tersebut tetap sejalan dengan prinsip kesopanan dan batasan syariat mengenai suara perempuan di hadapan lawan jenis yang bukan mahram.

Pemahaman yang baik mengenai hal ini membantu muslimah melaksanakan ibadah dengan sempurna, baik dalam konteks berjamaah maupun sendirian, sambil tetap memperhatikan adab-adab Islam yang berlaku.

🏠 Homepage