Surah Ad Dhuha (Dhuha) adalah surah ke-93 dalam urutan Mushaf Al-Qur'an, yang terletak setelah Surah Al-Fajr. Surah ini memiliki peran penting dalam memberikan penghiburan dan penegasan janji Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW, terutama pada masa-masa sulit setelah wahyu sempat terputus sesaat (masa fatrah).
Nama "Ad Dhuha" sendiri merujuk pada waktu dhuha, yaitu ketika matahari telah meninggi setelah terbit. Ayat-ayat awal surah ini bersumpah dengan waktu mulia tersebut, menunjukkan bahwa di balik kegelapan atau kesunyian, selalu ada cahaya dan pertolongan yang akan datang dari Allah SWT.
Meskipun seluruh surah ini penuh dengan rahmat, ayat terakhirnya sering kali menjadi penutup yang sangat kuat dan memberikan arahan praktis bagi kehidupan seorang Muslim. Ayat yang dimaksud adalah ayat ke-11:
"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka berbicaralah (hatimu dan lisanmu)."
Ayat ini merupakan perintah langsung dari Allah kepada Rasulullah SAW, namun maknanya sangat universal dan berlaku bagi setiap umat Islam. Ia mengakhiri rangkaian penegasan bahwa Allah tidak meninggalkan Nabi-Nya (ayat 4-6: "Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang pertama") dan telah memberikan banyak karunia kepada-Nya.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "Fahaddits" (فَحَدِّثْ), yang berasal dari akar kata yang berarti berbicara, menceritakan, atau menyampaikan. Ayat ini memerintahkan agar seseorang tidak hanya merasakan syukur di dalam hati, tetapi juga menampakkan syukur tersebut melalui lisan dan perbuatan.
Perintah ini berarti seorang Muslim dianjurkan untuk secara aktif menceritakan kebaikan-kebaikan yang telah Allah limpahkan kepadanya. Ini bukan dalam rangka pamer (riya'), melainkan dalam rangka syukur yang diumumkan. Mengucapkan syukur secara lisan membantu menguatkan iman dan mengingatkan diri sendiri serta orang lain akan luasnya rahmat Allah. Jika Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menceritakan nikmat yang beliau terima, apalagi kita yang mungkin merasa nikmat kita lebih kecil.
Menyampaikan nikmat bukan hanya lewat ucapan "Alhamdulillah". Dalam konteks yang lebih luas, ini mencakup tindakan nyata: menggunakan nikmat tersebut pada jalan yang diridhai Allah, berbagi kelebihan harta, menggunakan kesehatan untuk beribadah, dan mendidik keturunan dalam kebaikan. Semua itu adalah bagian dari "berbicara" tentang nikmat Tuhan.
Ketika surah ini diturunkan, konteksnya adalah untuk menenangkan kegelisahan. Ayat terakhir ini menjadi penutup yang tegas: Jangan fokus pada kekurangan atau kesulitan masa lalu, fokuslah pada janji dan karunia yang telah terwujud. Dengan menceritakan nikmat, seseorang mengalihkan fokusnya dari kesempitan kepada keluasan rahmat Ilahi.
Mengamalkan perintah di ayat ke-11 Surah Ad Dhuha membawa beberapa manfaat besar dalam kehidupan spiritual seorang Muslim:
Ayat terakhir Surah Ad Dhuha, "Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka berbicaralah," adalah seruan abadi untuk merayakan karunia Allah. Ini adalah perintah untuk hidup yang bersyukur secara eksplisit, bukan hanya implisit. Dalam setiap fase kehidupan, baik ketika merasa lapang maupun ketika baru saja melewati kesulitan, kita diingatkan untuk menaikkan puji syukur kita, menegaskan bahwa pertolongan dan kebaikan Allah selalu hadir, kini dan di masa mendatang.