Surah Ad Dhuha, yang turun untuk menenangkan hati Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami masa jeda wahyu, adalah salah satu surat yang penuh dengan kehangatan dan janji ilahi. Salah satu ayat kunci dalam surat ini yang sering menjadi sumber kekuatan dan harapan adalah ayat kelima: Surah Ad Dhuha Ayat 5.
Ayat ini bukan sekadar rangkaian kata, melainkan sebuah janji agung yang ditujukan langsung kepada Rasulullah, dan secara implisit, kepada seluruh umat Islam yang mungkin merasa ditinggalkan atau menghadapi kesulitan. Memahami konteks dan makna mendalam dari ayat ini sangat penting untuk membangun keteguhan iman.
Teks dan Terjemahan Surah Ad Dhuha Ayat 5
Latin: Wa lasawfa yu'thīka rabbuka fa-tartadhā.
Terjemahan: Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau (merasa) puas.
Konteks Penurunan dan Kedalaman Makna
Ayat kelima ini merupakan klimaks dari rangkaian penghiburan yang diberikan Allah kepada Rasulullah. Sebelum ayat ini, Allah SWT bersumpah dengan waktu dhuha (pagi menjelang siang) dan malam yang sunyi, menegaskan bahwa Allah tidak meninggalkan (memutus wahyu) dan tidak membenci Muhammad SAW. Setelah menghilangkan rasa takut akan penolakan dan pengabaian, tibalah saatnya pemberian janji tertinggi.
Janji dalam "Wa lasawfa yu'thīka rabbuka" (Dan sungguh, kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu) sangatlah luas. Para mufassir sepakat bahwa "karunia" di sini mencakup berbagai bentuk kemuliaan, baik di dunia maupun di akhirat. Ini bisa berarti kemenangan atas musuh, keberhasilan dakwah, kedudukan tinggi di sisi Allah, hingga syafaat bagi umatnya.
Puncak Kebahagiaan: Keridhaan (Tartadhā)
Bagian terpenting dari ayat ini adalah penutupnya: "fa-tartadhā" (sehingga engkau (merasa) puas/ridha).
Keridhaan di sini melampaui sekadar kebahagiaan biasa. Keridhaan yang dijanjikan kepada Nabi adalah tingkatan spiritual tertinggi. Beberapa ulama menafsirkannya sebagai:
- Keridhaan di Dunia: Kedamaian batin yang mendalam dan penerimaan penuh atas takdir, terlepas dari kesulitan yang dihadapi.
- Keridhaan di Akhirat: Janji bahwa beliau akan mendapatkan bagian syafaat yang begitu besar sehingga beliau akan ridha, meskipun mungkin ada sebagian umatnya yang belum sepenuhnya terampuni pada saat itu. Ini adalah jaminan bahwa perjuangannya akan terbayar tuntas.
Bagi seorang Muslim yang sedang menjalani cobaan, Surah Ad Dhuha ayat 5 menjadi pengingat kuat bahwa kesulitan adalah fase sementara. Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya dalam kesusahan selamanya. Sebagaimana Allah menjamin keridhaan bagi Rasul-Nya setelah masa penantian, demikian pula Allah menjanjikan ganjaran besar bagi kesabaran dan ketekunan umatnya.
Implikasi Bagi Kehidupan Sehari-hari
Ayat ini mengajarkan bahwa fokus seharusnya bukan pada kesulitan yang sedang dihadapi, melainkan pada janji balasan yang pasti dari Rabb semesta alam. Ketika kita merasa pekerjaan kita sia-sia, ketika doa terasa tidak terjawab, atau ketika menghadapi kegagalan beruntun, ayat ini mengajak kita untuk mengangkat pandangan ke masa depan yang dijanjikan Allah.
Ini mendorong konsep istijab (menunggu dengan baik). Kita harus terus berikhtiar, beribadah, dan bersabar, karena janji Allah adalah kepastian. Rasa puas (ridha) yang dijanjikan itu akan tiba, entah dalam bentuk pencapaian duniawi yang kita idamkan, atau dalam bentuk ketenangan jiwa yang tak ternilai harganya.
Oleh karena itu, mengulang dan merenungkan Surah Ad Dhuha ayat 5 adalah praktik spiritual yang sangat dianjurkan, terutama saat hati terasa gundah atau ketika masa-masa sulit seolah tak berkesudahan. Janji keridhaan ilahi adalah hadiah terbesar yang menanti kesabaran orang-orang yang teguh pada jalan-Nya.
Pada akhirnya, ayat ini menegaskan bahwa hubungan antara Allah dan Rasul-Nya—dan analoginya, hubungan Allah dengan hamba-Nya yang beriman—adalah hubungan yang didasari kasih sayang tanpa syarat, di mana kesulitan hari ini pasti akan digantikan oleh kemuliaan dan kepuasan yang hakiki di kemudian hari.