Fokus dan Keteguhan: Memahami Ad Dhuha Ayat 9

Fokus Ilustrasi matahari terbit dengan sinar yang menunjuk ke atas, melambangkan pencerahan dan arah yang jelas.

Pengantar Surah Ad Dhuha

Surah Ad Dhuha, yang terdiri dari sebelas ayat, merupakan salah satu surah pendek dalam Al-Qur'an yang penuh dengan kehangatan dan penghiburan ilahi. Surah ini diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami masa-masa jeda wahyu (fatrah al-wahyu), di mana kesedihan dan keraguan sempat menyelimuti hati beliau. Allah SWT menurunkan surah ini untuk menegaskan kembali cinta-Nya, janji-Nya, dan bahwa akhir dari urusan Rasul-Nya akan lebih baik daripada permulaannya.

Setiap ayat dalam surah ini memberikan suntikan semangat dan pengingat akan rahmat yang telah dilimpahkan. Namun, salah satu ayat yang seringkali menjadi titik fokus dalam kajian akhlak dan etika sosial adalah ayat kesembilan.

Fokus Utama: Ad Dhuha Ayat 9

Ayat kesembilan dari Surah Ad Dhuha berbunyi:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَظْهَرْ

"Maka terhadap anak yatim, janganlah engkau berlaku sewenang-wenang." (QS. Ad Dhuha: 9)

Ayat ini secara eksplisit dan tegas memberikan perintah kepada Nabi Muhammad SAW, yang sekaligus menjadi teladan bagi seluruh umat Muslim, mengenai perlakuan terhadap anak yatim. Kata kunci di sini adalah "janganlah engkau berlaku sewenang-wenang" (laa tazhar). Kata "tazhar" memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sekadar melarang perlakuan buruk fisik, namun juga mencakup sikap menindas, merendahkan, mengambil hak mereka, atau bahkan menunjukkan rasa senang atas kesusahan mereka.

Kontekstualisasi dan Implikasi Sosial

Mengapa perintah ini diletakkan setelah serangkaian ayat yang memberikan penghiburan personal kepada Rasulullah? Para mufassir menjelaskan bahwa setelah Allah mengingatkan Rasulullah tentang kasih sayang dan perlindungan yang telah beliau terima (termasuk ketika beliau sendiri adalah seorang yatim), maka sebagai balasannya, Rasulullah diperintahkan untuk membalas kasih sayang tersebut dengan melindungi yang paling rentan di masyarakat.

Ayat ini menyoroti bahwa status seseorang di sisi Allah bukan hanya diukur dari seberapa besar ibadahnya, tetapi juga dari bagaimana ia memperlakukan mereka yang lemah dan kehilangan figur pelindung. Anak yatim adalah representasi dari kerapuhan sosial. Kesejahteraan mereka adalah cerminan moralitas suatu komunitas. Ketika Allah memerintahkan untuk tidak menindas mereka, ini adalah instruksi untuk membangun fondasi masyarakat yang adil dan penuh empati.

Sikap "sewenang-wenang" yang dilarang bisa termanifestasi dalam berbagai bentuk. Secara harfiah, ini bisa berarti menyalahgunakan harta warisan mereka. Namun, dalam konteks yang lebih luas, ini mencakup:

  1. Menghina atau meremehkan mereka di depan umum.
  2. Menganggap remeh kebutuhan emosional mereka.
  3. Mengambil kesempatan dari ketidaktahuan wali mereka.

Keseimbangan Antara Syukur dan Tanggung Jawab

Ad Dhuha ayat 9 menjadi penutup penting dari rangkaian ayat-ayat penghiburan tersebut. Ayat-ayat sebelumnya (ayat 1-8) adalah tentang penerimaan rahmat ('Wadhaha' dan 'Alama yaqtar'), sementara ayat 9 dan seterusnya adalah tentang manifestasi syukur dalam bentuk tindakan nyata. Rahmat yang diterima harus diwujudkan dalam bentuk perlindungan bagi mereka yang belum menerima rahmat yang sama.

Ini mengajarkan sebuah prinsip fundamental dalam Islam: keimanan yang sejati harus terlihat dalam interaksi sosial. Rasa syukur kepada Allah (seperti yang diimplikasikan dalam ayat-ayat awal) tidak selesai hanya dengan shalat sunnah Dhuha atau ucapan lisan; syukur itu harus dibuktikan dengan memastikan bahwa anak-anak yang kehilangan orang tua mereka diperlakukan dengan hormat, kasih sayang, dan keadilan penuh.

Memahami dan mengamalkan pesan dalam Ad Dhuha ayat 9 berarti menanamkan kesadaran bahwa setiap individu, terlepas dari status sosial atau latar belakang mereka, memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk penindasan. Ini adalah panggilan abadi untuk berbuat baik kepada yang lemah, sebagaimana kita sendiri telah dikuatkan oleh Yang Maha Kuat di saat-saat tergelap kita.

🏠 Homepage