Refleksi Surah Al-Kahfi Ayat 50-60

Surah Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surah yang penuh dengan pelajaran hidup yang mendalam. Di antara rentetan kisahnya, ayat 50 hingga 60 menyajikan perbandingan kontras yang tajam mengenai harta duniawi dan kesombongan manusia, khususnya melalui kisah pemilik dua kebun.

Ilustrasi Dua Taman Kontras: Kemewahan dan Keruntuhan Duniawi Fana Ayat 50-60

Ilustrasi kontras antara kemegahan dunia dan kehancurannya.

Teks dan Terjemahan Inti (Ayat 50-54)

Ayat-ayat ini menceritakan dialog seorang pemilik kebun yang sombong kepada temannya yang beriman. Ia membanggakan kekayaan materi dan kekuasaannya.

وَاُفْرِجَتْ لَهُ حَدَائِقُ مِنْ أَعْنَابٍ وَنُكِتَتْ لَهُ نَخْلٌ مِنْ طَلْعِهَا وَقُطُوفٌ دَانِيَةٌ ۖ

(50) Dan (ingatlah) ketika ia memiliki harta yang banyak, lalu ia berkata kepada temannya sedang ia (terus) bercakap-cakap dengan kawannya itu: "Hartaku lebih banyak daripadamu dan (aku) lebih kuat golonganku."

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا

(51) Ia pun masuk ke kebunnya (pada suatu waktu) sedang ia berlaku zhalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku tidak menyangka bahwa ini akan binasa selama-lamanya."

Sikapnya menunjukkan ketidakpercayaan pada konsep hari kiamat dan kebangkitan. Ia menganggap materi yang dimiliki adalah permanen, sebuah kesombongan khas manusia yang terbuai oleh nikmat dunia. Ia lupa bahwa keberhasilan sejati tidak diukur dari banyaknya pohon kurma atau aliran sungai.

Peringatan Sang Teman (Ayat 55-57)

Temannya yang beriman memberikan nasihat yang tegas namun bijaksana, mengingatkannya pada Pencipta segala kemewahan itu. Ini adalah poin kritis dalam Surah Al-Kahfi: pengingat akan tauhid di tengah gemerlap materi.

قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا

(55) Kawannya berkata kepadanya, sedang ia tengah bercakap-cakap dengannya: "Mengapakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, lalu dijadikan-Nya kamu seorang laki-laki yang sempurna?"

Nasihat ini membalikkan logika kesombongan. Jika kamu diciptakan dari yang hina (tanah dan air mani), mengapa kamu merasa lebih mulia dari Sang Pencipta? Ayat-ayat ini mengajarkan kita bahwa kekuatan sejati bukanlah pada aset fisik, melainkan pada hubungan spiritual dengan Allah.

Puncak Peringatan: Kekuatan Allah atas Segalanya (Ayat 58-60)

Allah kemudian menunjukkan akibat dari kesombongan tersebut. Ketika azab datang, seluruh kemewahan duniawi itu musnah seketika.

وَلَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا

(58) Tetapi aku (sendiri), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan-ku.

Ketika pemilik kebun melihat kebunnya hancur lebur menjadi abu, penyesalannya datang terlambat. Pohon-pohon yang dulu ia banggakan kini hanyalah puing-puing. Ayat 59 menjelaskan bahwa kehancuran itu datang tanpa ada pertolongan atau sekutu yang bisa menyelamatkannya, karena Allah adalah pemegang segala kuasa.

Ayat 60 menjadi penutup yang mengharukan, sekaligus pelajaran penting bagi kaum musyrikin Mekkah saat itu, dan bagi kita semua: penantian akan hari perhitungan yang pasti akan tiba. Tidak peduli seberapa besar kesuksesan duniawi yang kita raih, semuanya akan kembali kepada Allah.

Pelajaran Abadi dari Dua Taman

Kisah dua taman ini adalah metafora kuat bagi kehidupan modern. Kita seringkali terperangkap dalam membangun "taman" kita sendiri—karir, kekayaan, status sosial—hingga lupa bahwa semua itu hanyalah titipan. Ayat 50 sampai 60 mengingatkan kita untuk senantiasa menyertakan rasa syukur dan kesadaran ilahi dalam setiap pencapaian.

Apabila kita memandang harta hanya sebagai sarana ibadah dan bukan sebagai tujuan akhir, maka kita tidak akan mengalami kejatuhan seperti pemilik kebun yang sombong. Dunia adalah ladang ujian; kebun yang subur hanyalah sarana, bukan jaminan kebahagiaan abadi. Kekuatan sejati ada pada keimanan yang teguh dan pengakuan bahwa hanya Allah yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, sebagaimana dicontohkan oleh teman yang beriman. Memahami dan merenungkan ayat-ayat ini adalah benteng spiritual melawan godaan materialisme dan kesombongan dunia.

🏠 Homepage