Memahami inti dari Ummul Kitab dalam konteks bahasa dan tradisi serumpun.
Surah Al-Fatihah (Pembukaan) adalah surah pertama dalam susunan Mushaf Al-Qur'an dan merupakan rukun shalat yang tak tergantikan. Dalam tradisi Melayu, baik di Malaysia, Indonesia, Brunei, maupun Singapura, pemahaman terhadap surah ini sangat mendalam. Karena kedekatannya secara historis dan linguistik, terjemahan atau tafsir awal seringkali menggunakan kosakata Melayu klasik yang kini menjadi dasar bagi bahasa Indonesia modern. Memahami terjemahan dari bahasa Melayu memberikan kita perspektif tentang bagaimana ajaran Islam ini diinternalisasi oleh masyarakat Nusantara sejak berabad-abad lalu.
Konsep ketuhanan, pujian, dan permohonan petunjuk disampaikan melalui diksi yang kaya dalam bahasa Melayu. Ketika kita menelusuri terjemahan Melayu lama, kita sering menemukan kata-kata seperti "Tuhan" (untuk Allah), "Pujian" (untuk Hamdalah), dan frasa yang menekankan keesaan dan kasih sayang.
Berikut adalah perbandingan ayat demi ayat Surah Al-Fatihah, membandingkan teks Arab asli dengan terjemahan umum dalam bahasa Melayu dan padanannya dalam Bahasa Indonesia modern untuk memudahkan pemahaman lintas generasi.
Perbedaan utama dalam terjemahan Melayu lama sering terletak pada penggunaan diksi yang lebih formal atau bernuansa sastra. Misalnya, kata "Mengasihani" (dalam terjemahan Melayu) memiliki resonansi emosional yang kuat, sementara "Penyayang" (Indonesia modern) lebih umum. Demikian pula, penggunaan kata "Raja" untuk Malik (Ayat 4) sangat umum dalam tradisi Melayu untuk menunjukkan kedaulatan tertinggi.
Inti pesan surah ini, yaitu penyerahan totalitas ibadah ("Hanya kepada Engkaulah kami menyembah") dan pengakuan akan ketergantungan mutlak ("hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan"), terartikulasikan dengan jelas. Dalam tradisi Melayu yang kaya akan nilai-nilai kesantunan, penekanan pada permohonan petunjuk ("Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus") menjadi inti dari hubungan vertikal seorang hamba kepada Khaliknya.
Meskipun Bahasa Indonesia kini mendominasi, memahami bagaimana Al-Fatihah diterjemahkan dan diajarkan dalam rumpun Melayu memberikan apresiasi yang lebih dalam terhadap warisan intelektual Islam di kawasan ini. Ini menunjukkan kesinambungan dalam penyampaian ajaran Tauhid dari generasi ke generasi, menggunakan bahasa yang paling dekat dengan hati umat pada masanya. Ayat terakhir, yang membedakan jalan yang diridhai Allah dari jalan yang dimurkai dan yang sesat, berfungsi sebagai penutup yang tegas, mengingatkan pembaca akan pentingnya pilihan spiritual yang harus diambil dalam kehidupan sehari-hari.