Keesaan yang Mutlak
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa."
2. "Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu."
3. "(Dia) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,"
4. "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia."
Surah Al-Ikhlas, sebagaimana diriwayatkan, setara dengan sepertiga Al-Qur'an karena padatnya kandungan akidah di dalamnya. Ayat 1 memulai dengan penegasan fundamental: Allah adalah Ahad (Tunggal, Esa). Ini bukan sekadar satu dalam jumlah, melainkan kesatuan hakiki yang tidak terbagi, berbeda dengan bilangan (satu dalam banyak).
Ayat kedua memperkenalkan sifat Ash-Shamad. Makna Ash-Shamad sangat dalam. Ia adalah Zat yang sempurna, tempat semua makhluk bergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka, sementara Dia sendiri tidak membutuhkan apapun. Tidak ada yang dapat menandingi kemandirian dan kesempurnaan-Nya. Konsep ini menegaskan bahwa segala sumber daya, pertolongan, dan tujuan akhir hanya ada pada Allah.
Ayat ketiga (Lam Yalid wa Lam Yulad) berfungsi sebagai negasi mutlak terhadap kekeliruan pemahaman tentang ketuhanan. Islam menolak keras konsep reinkarnasi, pewarisan kekuasaan ilahi, atau adanya keturunan bagi Allah. Tuhan yang sejati tidak dilahirkan, karena melahirkan berarti ada proses transisi dari ketiadaan menjadi ada, yang menyiratkan adanya materi atau kebutuhan sebelumnya. Ia juga tidak melahirkan, karena melahirkan berarti ada pihak lain yang membutuhkan pendamping atau penerus, yang bertentangan dengan kemandirian-Nya.
Akhirnya, ayat keempat (wa lam yakullahu kufuwan ahad) menyimpulkan bahwa tidak ada seorang pun atau apapun yang bisa disamakan dengan-Nya. Tidak ada makhluk yang memiliki kualitas setara dengan Allah dalam hal sifat, kekuasaan, atau keagungan-Nya. Kesamaan ini mustahil terjadi karena perbedaan esensi antara Pencipta dan ciptaan.
Secara keseluruhan, terjemahan surah Al-Ikhlas ayat 1 sampai 4 ini adalah ringkasan ajaran Tauhid yang paling murni. Ia membersihkan pikiran dari segala bentuk kemusyrikan, antropomorfisme (menggambarkan Tuhan seperti manusia), dan pemahaman yang mengurangi keagungan Allah. Memahami ayat-ayat ini dengan baik adalah fondasi keimanan seorang Muslim, karena ia mengajarkan pemujaan hanya kepada Zat yang benar-benar layak disembah: Yang Esa, Yang Mandiri, Yang Abadi, dan Yang Tak Tertandingi.
Keikhlasan dalam beribadah (yang dicerminkan oleh nama surat ini) hanya bisa terwujud jika seorang hamba benar-benar memahami siapa Tuhannya. Jika kita menganggap Allah memiliki kelemahan, membutuhkan bantuan, atau memiliki pasangan, maka ibadah kita tidak akan murni (ikhlas). Oleh karena itu, pengulangan bacaan surat ini dalam salat menunjukkan betapa krusialnya penegasan Tauhid ini dalam kehidupan spiritual seorang Muslim sehari-hari.
Memahami terjemahan dan makna mendalam dari ayat 1-4 ini membantu kita menghindari pemikiran yang menyimpang dari ajaran murni para nabi. Ia mengarahkan hati dan pikiran kita untuk fokus sepenuhnya pada Keunikan dan Kesempurnaan Allah SWT, yang merupakan inti dari agama Islam.