Menggali Hikmah: Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-82

Pengantar Kisah Musa dan Khidir (Ayat 60-65)

Surat Al-Kahfi menyimpan banyak pelajaran mendalam, salah satunya adalah kisah pertemuan antara Nabi Musa 'alaihissalam dengan hamba Allah yang shalih, Khidir 'alaihissalam, yang terangkum dalam ayat 60 hingga 82. Ayat 60 membuka lembaran kisah ini dengan menggambarkan titik temu kedua tokoh besar ini di persimpangan dua lautan.

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusa bin Nun): 'Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum aku sampai di tempat bertemunya dua lautan atau aku berjalan terus selama bertahun-tahun'." (QS. Al-Kahfi: 60)

Kisah ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi sebuah perjalanan spiritual untuk mencari ilmu yang tidak dimiliki Nabi Musa. Perjalanan ini membutuhkan kesabaran luar biasa dan persiapan mental untuk menghadapi hal-hal yang di luar nalar manusia biasa. Musa bersama pembantunya, Yusa’ bin Nun, membawa bekal berupa ikan yang kemudian menjadi petunjuk lokasi pertemuan.

Ujian Kesabaran Pertama: Hilangnya Bekal (Ayat 61-64)

Ketika mereka tiba di tempat pertemuan, ikan bekal mereka hilang. Ini adalah ujian pertama yang ringan namun penting. Nabi Musa menyadarinya, namun Yusa’ bin Nun terlupa memberi tahu. Ketika mereka melanjutkan perjalanan dan mulai merasa lapar, Nabi Musa teringat tentang hilangnya ikan tersebut.

"Maka tatkala mereka telah sampai di tempat pertemuan kedua (laut), Musa berkata kepada muridnya: 'Berikanlah kepadaku makanan kita sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini'." (QS. Al-Kahfi: 62)

Khidir kemudian menyambut mereka dan mengingatkan Musa akan janji dan kesabarannya. Musa mengakui kelalaiannya, dan Khidir menegaskan bahwa mencari ilmu sejati sering kali membutuhkan pengorbanan dan kesabaran yang tak terduga.

Perjumpaan dengan Khidir dan Syarat Utama (Ayat 65-68)

Di ayat 65, Allah SWT menjelaskan bahwa Musa bertemu dengan salah satu hamba-Nya yang diberi rahmat dan ilmu ladunni (ilmu langsung dari Allah) oleh Allah SWT. Pertemuan ini membawa syarat penting dari Khidir:

Khidir meminta Musa untuk bersabar mengikuti tindakannya, tanpa bertanya atau menentang, sampai Khidir sendiri yang menjelaskan.

"Musa berkata: 'Jika engkau mau menerimaku, maka aku akan mengikutimu dengan syarat engkau mengajarkan kepadaku sebagian dari kebenaran (ilmu) yang telah diajarkan kepadamu'." (QS. Al-Kahfi: 66)

Nabi Musa menyetujui syarat tersebut, namun ia tahu bahwa ujian kesabaran akan sangat berat, karena ilmu yang dimiliki Khidir berbeda dengan ilmu kenabian yang diwariskan kepada Musa.

Tiga Peristiwa Penuh Hikmah (Ayat 69-79)

Kisah utama dimulai dari ayat 70, di mana Khidir melakukan tiga tindakan yang tampak aneh dan tidak dapat dipahami oleh Nabi Musa pada saat itu:

  1. Merusak Perahu (Ayat 71-74): Khidir melubangi perahu milik orang-orang miskin yang menampung mereka. Musa protes keras karena tindakan itu merugikan pemilik perahu. Khidir menjelaskan bahwa ia melakukannya karena akan ada raja zalim yang merampas setiap perahu yang baik.
  2. Membunuh Seorang Anak (Ayat 74-77): Tindakan Khidir yang membunuh seorang anak laki-laki menuai protes paling keras dari Musa. Khidir menjelaskan bahwa anak itu kelak akan menjadi durhaka kepada orang tuanya, dan Allah menggantinya dengan anak yang lebih baik dan lebih takwa.
  3. Memperbaiki Dinding (Ayat 77-79): Khidir memperbaiki dinding rumah kaum yang pelit, yang hampir roboh. Ia melakukan itu agar harta karun di bawahnya dapat ditemukan oleh dua anak yatim piatu setelah orang tua mereka wafat.

Puncak Pelajaran: Ilmu Allah vs Ilmu Manusia (Ayat 78-82)

Setelah tiga ujian kesabaran yang dilalui Musa, Khidir akhirnya menjelaskan alasan di balik setiap tindakannya. Inti dari pelajaran ini adalah perbedaan antara ilmu manusiawi yang terbatas dengan ilmu ilahi (ilmu ladunni).

"Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bermaksud merusaknya, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap perahu (yang baik) secara paksa." (QS. Al-Kahfi: 79)

Pelajaran terbesar dari ayat-ayat ini adalah pentingnya berserah diri kepada ketetapan Allah. Sering kali, apa yang tampak sebagai keburukan atau kerugian di mata kita, ternyata adalah pintu menuju kebaikan yang lebih besar di sisi Allah. Kisah ini mengajarkan kerendahan hati, bahwa selalu ada ilmu yang lebih tinggi yang belum kita pahami, dan kesabaran adalah kunci untuk membukanya.

Ilustrasi pertemuan Nabi Musa dan Khidir di tepi lautan Musa Khidir
🏠 Homepage