Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-70: Pelajaran dari Pertemuan Musa dan Khidir

Ilustrasi Perjalanan Dua Tokoh Spiritual Gambar siluet dua sosok berjalan menuju cakrawala, melambangkan perjalanan Musa dan Khidir. Hikmah Tersembunyi

Kisah Nabi Musa AS bertemu dengan hamba Allah yang saleh bernama Khidir AS adalah salah satu narasi paling mendalam dalam Al-Qur'an, yang termuat dalam Surat Al-Kahfi. Bagian dari kisah ini, mulai dari ayat 60 hingga 70, menyoroti perbedaan cara pandang antara ilmu yang dimiliki manusia (Nabi Musa) dan ilmu yang diberikan oleh Allah SWT secara langsung (Khidir).

"Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: 'Aku tidak akan berhenti berjalan sehingga aku sampai ke pertemuan dua lautan atau aku berjalan terus selama bertahun-tahun.'" (QS. Al-Kahfi: 60)

Konteks Pertemuan dan Batas Ilmu Manusia (Ayat 60-64)

Ayat 60 mengawali titik temu penting ini. Musa termotivasi kuat untuk mencari pengetahuan lebih, bahkan rela menempuh perjalanan yang sangat jauh tanpa batas waktu yang jelas. Ia bertekad mencari "Ma'rifat" atau ilmu hakiki yang belum ia miliki.

Pelajaran Awal: Tekad yang kuat dalam mencari ilmu adalah kunci. Perjalanan fisik seringkali menjadi metafora bagi perjalanan spiritual dan intelektual yang harus ditempuh seorang pencari kebenaran.

Ketika mereka tiba di tempat yang dijanjikan, murid Nabi Musa, Yusya' bin Nun, lalai dan kehilangan ikan yang mereka bawa—sebagai petunjuk lokasi pertemuan. Hal ini memicu teguran dari Musa, yang menunjukkan keterbatasan pandangan manusia yang cenderung terikat pada apa yang terlihat (duniawi).

Musa berkata: "Itulah yang kita cari!" Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Maka keduanya mendapati salah seorang hamba Kami (Khidir) yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. Al-Kahfi: 64)

Perbedaan Ilmu dan Kesabaran (Ayat 65-67)

Ayat 65 memperkenalkan Khidir, sosok yang dianugerahi rahmat dan ilmu khusus dari Allah. Musa segera meminta izin untuk mengikuti Khidir dengan harapan dapat diajari ilmu yang benar. Khidir memberikan prasyarat yang sangat berat:

Syarat Khidir: Musa harus bersabar dan tidak boleh mempertanyakan tindakan Khidir sebelum Khidir sendiri menjelaskannya. Ini menekankan bahwa ilmu hakiki sering kali membutuhkan kepatuhan buta dan kesabaran ekstrem, karena logika manusia terbatas untuk memahami hikmah ilahi.

Permintaan Musa menunjukkan kerendahan hati seorang nabi besar di hadapan ilmu yang lebih tinggi. Namun, pengujian pertama datang seketika setelah mereka memulai perjalanan.

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya menaiki perahu, Khidir melubanginya. Musa berkata: "Mengapa kamu melubangi perahu ini? Apakah kamu hendak menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu kesalahan yang besar." (QS. Al-Kahfi: 71 - *Catatan: Ayat 71 melanjutkan kisah ini, namun konteks awal penolakan Musa dimulai di ayat 67 setelah kejadian perahu*)

Reaksi Pertama Musa dan Batasan Kesabaran (Ayat 68-70)

Meskipun sudah berjanji, Nabi Musa tidak mampu menahan diri ketika Khidir melakukan tindakan yang tampak merusak (melubangi perahu). Reaksi spontan Musa adalah protes keras karena tindakan itu bertentangan dengan norma keadilan dan logika umum—mengapa merusak alat transportasi orang yang telah berbuat baik kepada mereka?

Keterbatasan Logika Manusia: Perilaku Khidir (melubangi perahu) bertujuan menyelamatkan perahu itu dari perampasan raja yang zalim. Tindakan yang tampak buruk di awal ternyata adalah rahmat tersembunyi. Ini adalah pelajaran utama: apa yang kita anggap salah atau tidak adil mungkin merupakan bagian dari skema ilahi yang lebih besar.

Khidir menegur Musa dengan tegas, mengingatkannya akan janji yang telah dibuatnya.

Khidir menjawab: "Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan dapat bersabar bersamaku?" Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum saya karena kelalaian saya dan jangan pula kamu membebani saya dengan suatu kesulitan dalam urusan saya (ini)." (QS. Al-Kahfi: 74 - *Ayat 69-70 berfokus pada peringatan dan permintaan Musa agar tidak diadili terlalu keras*)

Inti Pelajaran: Surat Al-Kahfi ayat 60-70 mengajarkan bahwa ada lapisan realitas dan hikmah yang tidak dapat dijangkau oleh akal dan pengetahuan yang kita miliki saat ini. Kesabaran (Shabr) adalah syarat mutlak dalam menuntut ilmu sejati, terutama ketika ilmu tersebut melibatkan dimensi gaib atau iradat Allah yang tampak bertentangan dengan logika awam. Perjalanan Musa dan Khidir adalah pengingat bahwa Allah Maha Tahu segala sesuatu.
🏠 Homepage