Surat Al-Lail, surat ke-92 dalam Al-Qur'an, menawarkan sebuah spektrum kontras mengenai jalan hidup manusia—jalan menuju kebahagiaan sejati dan jalan menuju kesengsaraan. Ayat-ayatnya membahas pentingnya usaha, sedekah, dan ketakwaan dalam menentukan akhirat seseorang. Puncak dari janji ilahi ini tersemat indah dalam Surat Al-Lail Ayat 21: "Dan sungguh, Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu (sehingga) kamu menjadi puas." Ayat ini merupakan penutup yang sangat membesarkan hati, khususnya ditujukan kepada Rasulullah ﷺ, namun maknanya meluas menjadi jaminan bagi setiap mukmin yang konsisten di jalan kebenaran.
Makna Inti Kepuasan (Rida)
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "fatarḍā" (فَتَرْضَى), yang berarti 'sehingga kamu menjadi puas' atau 'ridha'. Kepuasan ini jauh melampaui kepuasan duniawi yang bersifat sementara dan seringkali rapuh. Ini adalah kedamaian batin yang hakiki, hasil dari pencapaian tertinggi di sisi Allah SWT. Para mufassir sepakat bahwa keridhaan ini merujuk pada keridhaan tertinggi yang akan diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ di akhirat, berupa surga yang tiada tara, syafaat yang luas, dan kedekatan abadi dengan Pencipta.
Namun, sebagai umatnya, kita memahami bahwa janji ini juga berlaku bagi siapa pun yang meneladani akhlak mulia beliau, yaitu dengan mendermakan hartanya untuk membersihkan jiwa (seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat sebelumnya), meyakini kebenaran, dan tidak mencari keridhaan selain dari Allah. Ketika seseorang telah berusaha maksimal di dunia untuk menjalankan perintah-Nya, maka balasan berupa keridhaan tersebut adalah pelipur lara atas segala ujian dan kesulitan yang dihadapi.
Korelasi dengan Ayat Sebelumnya
Untuk memahami kedalaman Surat Al-Lail Ayat 21, kita perlu melihat konteks ayat 17 hingga 20. Ayat-ayat sebelumnya secara tegas membedakan antara dua tipe manusia: yang bertakwa (mukmin sejati yang berinfak) dan yang kikir (yang menyangka dirinya kaya tanpa Tuhan).
- Ayat 17: Menegaskan bahwa orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka.
- Ayat 18: Menyatakan bahwa orang yang menginfakkan hartanya karena mencari keridhaan Allah akan didekatkan kepada surga.
- Ayat 19 & 20: Menegaskan bahwa balasan yang diberikan bukanlah karena kewajiban duniawi, melainkan semata-mata untuk mencari keridhaan Allah.
Dengan demikian, ayat 21 menjadi penutup dan penegasan: segala tindakan ikhlas yang telah dilakukan—mulai dari menahan diri dari kekikiran hingga mendermakan harta—akan dibalas dengan ganjaran yang melebihi harapan, yaitu kepuasan total dari Sang Pemberi rahmat. Ini adalah konfirmasi bahwa jalan ketakwaan yang tampak sulit di dunia, justru mengarah pada kemudahan dan kebahagiaan abadi.
Dimensi Psikologis Kepuasan
Secara psikologis, manusia sering kali terjebak dalam siklus mencari validasi eksternal—harta, pujian, atau kekuasaan. Namun, keridhaan Ilahi yang dijanjikan dalam Surat Al-Lail Ayat 21 memutus siklus tersebut. Kepuasan yang datang dari Allah adalah kepuasan yang independen dari kondisi luar. Ketika seseorang mencapai tingkatan ini, ia tidak lagi didorong oleh rasa takut kehilangan atau ambisi berlebihan; ia telah menemukan titik jangkar jiwanya.
Ini mengajarkan kita bahwa hasil akhir dari sebuah perjuangan hidup bukanlah seberapa banyak yang kita kumpulkan di dunia, melainkan seberapa besar ridha Allah yang kita raih. Kegagalan dalam bisnis, penyakit, atau kehilangan materi akan terasa ringan jika dasar spiritual telah kokoh dan keridhaan Tuhan telah menjadi tujuan utama. Jaminan ini memberikan ketenangan luar biasa di tengah gejolak kehidupan fana.
Pelajaran Praktis untuk Kehidupan Modern
Di tengah arus konsumerisme dan materialisme saat ini, penekanan pada "keridhaan" menjadi sangat relevan. Bagaimana kita bisa menerapkan makna ayat ini dalam rutinitas harian? Pertama, dengan mengubah niat. Setiap tindakan baik, sekecil apa pun, harus diniatkan semata-mata mencari keridhaan Allah, bukan tepuk tangan manusia. Kedua, dengan bersyukur atas apa yang ada (qana'ah) sembari terus berusaha. Keridhaan bukanlah berarti pasif, tetapi menerima hasil usaha kita sebagai ketetapan Allah setelah kita berjuang maksimal.
Ketika kita melihat kehidupan seolah-olah kita sedang menabung untuk hari ketika kita akan dijamu dengan keridhaan-Nya, perspektif kita berubah. Kesulitan hari ini hanyalah biaya operasional menuju hadiah agung yang telah dijanjikan oleh Tuhan semesta alam melalui Surat Al-Lail Ayat 21. Janji ini adalah komitmen tertinggi yang mendorong kita untuk terus beramal saleh tanpa lelah, yakin bahwa balasan yang dijanjikan—yaitu kepuasan abadi—pasti akan terwujud.
Merenungkan ayat ini mengarahkan hati kita menjauh dari gemerlap palsu dunia menuju sumber cahaya sejati, yaitu janji kebahagiaan hakiki dari Allah SWT.