Gambar ilustrasi janji kebahagiaan abadi bagi orang beriman.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal. (Al-Kahfi: 107)
Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari padanya. (Al-Kahfi: 108)
Katakanlah: "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya lautan itu akan habis (terpakai) sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan-Ku; seandainya Kami datangkan (pula) sebanyak itu (sebagai tambahan)." (Al-Kahfi: 109)
Katakanlah: "Sesungguhnya Aku hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Al-Kahfi: 110)
Tiga ayat terakhir dari Surah Al-Kahfi ini merupakan penutup yang sangat kuat, merangkum esensi ajaran Islam mengenai balasan atas keimanan dan amal perbuatan di dunia. Ayat 107 menetapkan standar tertinggi bagi para penghuni akhirat: Surga Firdaus. Firdaus bukanlah surga biasa; ia adalah tingkatan tertinggi, tempat yang paling mulia, dan disiapkan secara eksklusif bagi mereka yang tidak hanya mengucapkan keimanan (iman) tetapi juga merealisasikannya melalui perbuatan nyata (amal saleh).
Keindahan balasan ini diperkuat dalam ayat 108, yang menekankan sifat keabadiannya. "Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari padanya." Ini adalah pemenuhan total dari segala hasrat manusia akan kenyamanan, kebahagiaan, dan keamanan. Tidak ada rasa bosan, tidak ada perubahan, dan yang terpenting, tidak ada kematian atau kesudahan. Kontras dengan kenikmatan dunia yang selalu bersifat sementara dan fana, kenikmatan akhirat adalah permanen.
Ayat 109 berfungsi sebagai pengingat mendalam mengenai keagungan dan keluasan ilmu serta firman Allah SWT. Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyatakan bahwa seandainya semua lautan di dunia dijadikan tinta untuk menuliskan Kalamullah (Kalimat Tuhan), niscaya lautan itu akan kering sebelum kata-kata Tuhan itu habis. Bahkan jika ditambahkan lagi tinta sebanyak lautan tersebut, hasilnya tetap sama. Hal ini menyoroti ketidakmampuan akal dan bahasa manusia untuk sepenuhnya memahami atau mencakup semua kemuliaan Ilahi.
Keterbatasan ini mendorong seorang hamba untuk tidak terbebani mencari pemahaman mutlak atas hal yang gaib, melainkan fokus pada perintah yang jelas dan dapat dilaksanakan. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kebesaran Tuhan jauh melampaui daya nalar dan imajinasi ciptaan-Nya.
Ayat penutup, 110, adalah kesimpulan praktis dari seluruh pembahasan dalam surah ini, sekaligus merupakan konfirmasi status kenabian Rasulullah SAW. Beliau menegaskan bahwa beliau hanyalah seorang manusia yang diberi wahyu. Pesan sentralnya sangat jelas: Tauhid dan Amal Saleh.
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." Harapan akan berjumpa dengan Allah di hari perhitungan harus menjadi motivator utama. Amal saleh tanpa kemusyrikan (tauhid murni) adalah satu-satunya resep jitu yang ditawarkan Al-Qur'an. Ini bukan sekadar himbauan, melainkan fondasi utama yang menentukan apakah seseorang akan menjadi penghuni Surga Firdaus yang abadi atau sebaliknya. Dengan memahami dan mengamalkan tiga ayat penutup ini, seorang Muslim diarahkan pada jalur ketenangan duniawi menuju kebahagiaan ukhrawi yang hakiki.