Ilustrasi Keteguhan dan Pahala
Surat Al-Lail (Malam) merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat akan makna penting mengenai perbedaan jalan hidup manusia dan konsekuensinya. Ayat ke-14 dari surat ini seringkali menjadi penutup yang kuat, memberikan penegasan akhir mengenai janji balasan bagi mereka yang senantiasa bertakwa dan menjauhi kemaksiatan.
Terjemahan: "Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia mengambil jalan kepada Tuhannya." (QS. Al-Lail: 14)
Ayat 14 ini merupakan kesimpulan logis dari rangkaian ayat-ayat sebelumnya. Allah SWT telah menjelaskan bahwa jalan hidup manusia terbagi dua: jalan orang yang berinfak, bertakwa, dan membenarkan pahala terbaik (ayat 5-7), serta jalan orang yang kikir, merasa cukup (tidak butuh Tuhan), dan mendustakan pahala (ayat 8-11). Kemudian, Allah menegaskan bahwa tugas-Nya adalah memberikan peringatan (ayat 12-13).
Dengan demikian, ayat 14 berfungsi sebagai penutup yang menetapkan prinsip kebebasan memilih (ikhtiyar). Allah tidak memaksa siapapun untuk beriman atau berbuat baik. Setelah peringatan diberikan, pilihan sepenuhnya berada di tangan individu. Frasa "maka barangsiapa yang menghendaki" menegaskan bahwa konsekuensi pahit atau manis yang akan diterima (seperti yang dijelaskan pada ayat 15-17) adalah hasil dari kehendak sadar mereka sendiri.
Apa yang dimaksud dengan "mengambil jalan kepada Tuhannya"? Ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan sebuah komitmen spiritual dan moral yang total. Jalan ini meliputi:
Ayat ini mengajarkan bahwa tujuan akhir seorang mukmin adalah kedekatan dengan Pencipta. Jika seseorang telah melihat kontras antara jalan yang membawa kepada surga (karena ketakwaan) dan jalan yang membawa kepada api neraka (karena kekafiran dan kekikiran), maka pilihan untuk menempuh jalan kebenaran menjadi sangat jelas dan mendesak.
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat, seringkali manusia teralihkan oleh urusan duniawi. Surat Al-Lail, terutama ayat 14, mengingatkan kita bahwa meskipun kemudahan dan kemewahan duniawi tampak menggoda (seperti yang digambarkan dalam ayat 8-11), semua itu hanyalah sementara. Peringatan ini relevan karena ia menantang kesadaran kita: Apakah kita secara sadar memilih jalan yang memudahkan kita menuju Tuhan, ataukah kita membiarkan diri terseret oleh arus materialisme?
Pilihan untuk "mengambil jalan" berarti kita harus aktif dalam ibadah, aktif dalam beramal saleh, dan aktif dalam menolak bisikan nafsu yang menjauhkan kita dari sumber rahmat ilahi. Ayat ini adalah seruan terakhir untuk introspeksi mendalam sebelum ajal tiba dan pintu pertanggungjawaban dibuka. Kehendak bebas yang dianugerahkan Allah harus digunakan untuk memilih jalan yang membawanya pada keridhaan abadi.