Ilustrasi pemahaman batasan wahyu ilahi.
Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sarat akan pelajaran hidup, mulai dari kisah Ashabul Kahfi, pemilik dua kebun, hingga kisah Nabi Musa dan Khidir. Pada akhir surat, tepatnya pada ayat 109 hingga 115, Allah SWT menutup pembahasan dengan penekanan fundamental mengenai batasan ilmu manusia versus keluasan ilmu Allah, serta kriteria utama bagi mereka yang berhak menerima pahala tertinggi.
Ayat ini menjadi pembuka yang kuat, mengingatkan kita bahwa betapapun luasnya pengetahuan yang dicapai manusia, ia hanyalah setetes air di lautan ilmu Allah SWT.
Ayat ini menggunakan metafora luar biasa: lautan sebagai tinta. Jika seluruh lautan di dunia ini digunakan sebagai tinta untuk menuliskan setiap kalimat dan ilmu dari Tuhan, maka lautan itu akan habis terlebih dahulu, sebelum satu pun kalimat-Nya selesai tertulis. Ayat ini menekankan sifat Allah yang Maha Luas Ilmu-Nya (Al-'Alim) dan tak terbatasnya wahyu yang Dia turunkan.
Setelah menegaskan batasan ilmu, Allah SWT segera memberikan petunjuk konkret tentang apa yang harus dicari oleh manusia: amal saleh yang sejalan dengan keimanan.
Ayat 110 menyajikan formula sederhana namun mendalam untuk mendapatkan keridhaan Allah: Amal Saleh dan Tauhid Murni (Ikhlas).
Pertama, "beramal saleh". Amal saleh adalah perbuatan yang sesuai dengan syariat dan dilakukan dengan niat yang benar. Kedua, "janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya". Ini adalah inti dari tauhid. Tidak ada ibadah, doa, atau pengharapan pahala yang sah jika disertai unsur kesyirikan (syirk). Ayat ini menyimpulkan bahwa tujuan akhir seorang mukmin adalah kerinduan bertemu dengan Rabb-nya di akhirat, dan jalan menuju perjumpaan itu adalah melalui ketaatan total.
Tiga ayat terakhir ini berfungsi sebagai penutup tegas yang memperingatkan manusia tentang konsekuensi dari menyembah selain Allah dan mengklaim bahwa Allah memiliki anak.
Catatan Penting: Ayat 110, 113, 115 dalam beberapa cetakan Al-Qur'an mungkin memiliki perbedaan urutan penomoran atau pengulangan dalam konteks ayat yang berdekatan. Namun, pesan inti pada 110 adalah kriteria amal saleh dan tauhid. Ayat 114 secara eksplisit menolak konsep bahwa Allah memiliki anak atau sekutu, menegaskan keunikan dan kesempurnaan-Nya.
Ayat 114 adalah puncak penegasan tauhid yang melengkapi tema Surat Al-Kahfi. Setelah membahas kisah-kisah yang menguji iman, Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memuji-Nya karena tiga hal pokok:
Penutup ayat ini adalah perintah untuk bertasbih (mengagungkan) Allah dengan takbir yang terbesar. Ini adalah bentuk pengakuan hamba bahwa Rabb mereka melebihi segala bentuk pemikiran dan deskripsi makhluk.
Rangkaian ayat 109 hingga 115 memberikan resolusi sempurna bagi tema-tema besar yang dibahas dalam Al-Kahfi. Pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa iman sejati harus berakar pada pemahaman tauhid yang murni (menolak segala bentuk kesyirikan dan klaim ketuhanan non-mutlak) dan diwujudkan dalam tindakan nyata berupa amal saleh. Pengetahuan manusia (ayat 109) selalu terbatas, tetapi jalan menuju kebahagiaan abadi (perjumpaan dengan Tuhan) sudah dijelaskan secara gamblang melalui wahyu-Nya. Konten ini mengajak pembaca untuk senantiasa mengoreksi niat dan amal mereka, memastikan bahwa segala sesuatu ditujukan hanya kepada Allah Yang Maha Esa.