Ilustrasi konsep perlindungan dan petunjuk.
Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada hari Jumat. Salah satu inti ajaran yang terkandung di dalamnya adalah peringatan keras mengenai sifat dunia yang fana dan tipu daya yang melekat padanya. Puncaknya sering dikaitkan dengan ayat-ayat menjelang akhir, termasuk Ayat 100 yang memberikan gambaran kontras antara kesuksesan duniawi dan kerugian akhirat.
Ayat ini menggambarkan momen penghitungan amal (yaumul hisab), di mana segala perbuatan manusia, baik yang dianggap kecil maupun besar, akan dipertanggungjawabkan tanpa ada yang terlewat. Ayat ini berfungsi sebagai cermin yang menyingkap realitas di balik kesibukan kita mencari kesenangan dan kekayaan duniawi.
Ayat 100 Surat Al-Kahfi memberikan beberapa pelajaran krusial yang harus direnungkan setiap muslim:
Surat Al-Kahfi secara umum membahas empat kisah besar: Ashabul Kahfi (pemuda yang hijrah demi iman), Pemilik Kebun yang Sombong (ujian kekayaan), Kisah Nabi Musa dan Khidr (ujian ilmu), dan Dzulqarnain (ujian kekuasaan). Semua kisah ini bermuara pada satu hal: bagaimana dunia dan segala perhiasannya dapat menjadi fitnah (ujian) yang menjauhkan manusia dari ketaatan kepada Allah SWT.
Ayat 100 berfungsi sebagai kesimpulan logis dari ujian-ujian tersebut. Setelah melihat bagaimana orang yang sombong karena harta (Pemilik Kebun) dan orang yang merasa aman karena kekuasaan (Dzulqarnain) menghadapi akhir cerita mereka (meskipun Dzulqarnain mendapat hikmah), kita diingatkan bahwa akhir dari semua urusan duniawi adalah pertanggungjawaban total. Kekayaan, kekuasaan, atau bahkan kecerdasan tidak akan berarti jika catatan amal kita dipenuhi oleh kelalaian.
Memahami surat Al-Kahfi ayat 100 seharusnya mengubah cara pandang kita terhadap prioritas hidup. Ketika kita tahu bahwa setiap kata yang terucap dan setiap langkah yang diambil dicatat, motivasi untuk berbuat baik dan menjauhi maksiat meningkat drastis. Ini mendorong kita untuk:
1. Memperbaiki Niat (Ikhlas): Karena Allah melihat yang kecil sekalipun, kita didorong untuk melakukan segala sesuatu dengan niat yang lurus (ikhlas) semata-mata karena mencari ridha-Nya, bukan pujian manusia.
2. Bersikap Jujur dalam Transaksi: Ayat ini menuntut kejujuran mutlak. Apakah kita mengurangi timbangan sedikit? Apakah kita menipu dalam laporan pekerjaan? Semua itu akan terungkap di hadapan Allah.
3. Menganggap Ringan Dunia: Kesadaran bahwa segala pencapaian duniawi akan dihadapkan pada fakta tertulis dalam kitab catatan amal membantu kita untuk tidak terlalu terikat pada ambisi dunia yang fana. Kematian adalah pintu gerbang menuju pembacaan kitab tersebut.
Inti dari perenungan ayat ini adalah urgensi untuk selalu berada dalam keadaan "sadar" (muraqabah) bahwa kehidupan ini adalah persiapan. Surat Al-Kahfi, khususnya ayat 100, bukan hanya sekadar peringatan menakutkan, melainkan undangan untuk memperbaiki kualitas amal kita sebelum tirai penutup kehidupan ditarik dan kitab penghitungan itu dibuka.