Kisah Harapan dalam Surat Ad-Dhuha

Cahaya Pagi Datang

Ilustrasi: Kehadiran Cahaya Setelah Kegelapan

Surat Ad-Dhuha (Dhuha dalam bahasa Arab berarti "waktu dhuha" atau pagi menjelang tengah hari) adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an, tepatnya surat ke-93. Surat ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, terutama sebagai penghibur dan penguat semangat bagi Nabi Muhammad SAW di saat-saat sulit dalam dakwahnya. Ketika wahyu sempat terhenti beberapa waktu, kegelisahan melanda Rasulullah, dan turunlah surat ini sebagai penegasan kasih sayang Allah SWT.

Pembukaan surat ini sangat khas dan penuh janji: "Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi." (QS. Ad-Dhuha: 1-2). Sumpah dengan waktu pagi yang cerah dan malam yang tenang ini menunjukkan bahwa Allah SWT bersumpah atas keadaan yang berlawanan namun sama-sama penting dalam siklus kehidupan. Pagi hari melambangkan kebangkitan, harapan baru, dan datangnya cahaya setelah kegelapan malam.

وَٱلضُّحَىٰ (1) وَٱللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ (3)

Ayat ketiga adalah inti dari penghiburan tersebut: "Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) murka kepada kamu." (QS. Ad-Dhuha: 3). Ayat ini berbicara langsung kepada hati yang sedang gundah. Bagi Rasulullah, jeda wahyu terasa seperti pengabaian. Namun, Allah menegaskan bahwa ini hanyalah jeda sementara, bukan penolakan abadi. Bagi umatnya, pesan ini relevan dalam setiap fase kesulitan hidup; janji bahwa Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang berusaha mencari keridhaan-Nya.

Setelah menenangkan hati Nabi, Allah mengingatkan akan rahmat masa lalu sebagai jaminan rahmat di masa depan. Allah menyebutkan bahwa Nabi pernah dalam keadaan yatim, lalu Allah memberikan perlindungan dan tempat bernaung. Allah juga mengingatkan ketika Nabi dalam keadaan gharib (tersesat/tidak punya arah), lalu Allah memberinya petunjuk. Bahkan, ketika Nabi dalam keadaan fakir, Allah memberinya kecukupan.

Pengulangan nikmat-nikmat masa lalu ini bukan sekadar nostalgia, tetapi fondasi keyakinan. Jika Allah mampu mengeluarkan Nabi dari kesulitan besar di masa lampau, tentu Allah mampu mengatasi kesulitan sesaat di masa kini. Ini adalah pola berpikir yang harus diadopsi setiap Muslim saat menghadapi cobaan. Lihatlah ke belakang, hitunglah nikmat, dan yakinlah bahwa jalan keluar pasti ada.

Puncak dari surat ini adalah perintah untuk menunjukkan rasa syukur atas rahmat yang telah diberikan. Allah berfirman: "Maka terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menceritakan (kepada orang lain)." (QS. Ad-Dhuha: 11). Menceritakan nikmat bukan berarti pamer, melainkan bentuk syukur aktif yang menumbuhkan optimisme di lingkungan sekitar. Syukur ini meliputi tiga aspek: bersyukur dalam hati, bersyukur dengan lisan (memuji Allah), dan bersyukur dengan perbuatan (menggunakan nikmat untuk kebaikan).

Surat Ad-Dhuha memberikan pelajaran penting tentang ketahanan spiritual. Ia mengajarkan bahwa kesulitan dan jeda adalah bagian dari proses pendewasaan iman. Sama seperti matahari yang pasti terbit setelah malam tergelap, pertolongan Allah pasti datang setelah kesabaran yang tulus. Ketika merasa ditinggalkan, ingatlah janji-janji pagi hari yang cerah, karena Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang paling Dia cintai, dan Dia juga tidak akan meninggalkan kita.

Merenungkan surat ini membantu kita mengubah perspektif dari melihat ujian sebagai hukuman menjadi melihatnya sebagai kesempatan untuk merasakan kedekatan yang lebih intim dengan Sang Pencipta. Ketika dunia terasa sempit, Ad-Dhuha mengingatkan kita bahwa Allah Maha Luas rahmat-Nya, dan kemuliaan akan datang bagi mereka yang teguh dalam kebaikan dan kesabaran.

🏠 Homepage