Dalam Al-Qur'an, setiap surat memiliki keindahan dan hikmahnya masing-masing. Di antara surat-surat pendek yang sering kita baca, Surat Ad Dhuha (Dhuha) dan Surat An Nas (An Nas) menonjol karena peranannya yang mendalam, baik sebagai penghibur jiwa yang sedang sedih maupun sebagai benteng perlindungan dari kejahatan. Memahami isi kedua surat ini, yang terletak di penghujung mushaf, memberikan dimensi spiritual yang penting bagi seorang Muslim.
Surat Ad Dhuha, yang berarti "Waktu Duha" (pagi menjelang siang), adalah surat ke-93 dalam urutan mushaf. Penurunan surat ini dikaitkan dengan periode ketika Nabi Muhammad SAW sempat merasa sedih karena jeda wahyu (fatrah al wahyu). Surat ini datang sebagai penghilang kegundahan, sebuah janji manis dari Allah SWT.
وَالضُّحَىٰ (1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَىٰ (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَىٰ (3)
Demi waktu dhuha (ketika matahari naik), dan demi malam apabila telah sunyi, (bahwa) Tuhanmu tidak meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepada kamu.
Ayat-ayat awal ini menekankan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan dan membenci Nabi-Nya. Ini adalah suntikan moril yang luar biasa. Keutamaan surat ini sangat besar, terutama dalam memberikan rasa optimisme dan harapan. Dibaca saat seseorang merasa putus asa atau terabaikan, Ad Dhuha mengingatkan bahwa kesulitan sesaat hanyalah bagian dari rencana besar Allah. Selain itu, banyak ulama menganjurkan membaca surat ini sebagai sunnah setelah shalat Dhuha, yang mana shalat itu sendiri memiliki keutamaan besar sebagai pengganti sedekah dari setiap sendi tubuh.
Surat ini juga menyinggung masa lalu Nabi yang penuh kesulitan dan membandingkannya dengan masa depan yang penuh kemuliaan. Janji kenikmatan di akhirat ("sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan") menjadi penutup yang menenangkan, menginspirasi umat untuk bersabar dalam menghadapi ujian duniawi karena ganjaran akhirat jauh lebih besar nilainya.
Berpindah ke penghujung mushaf, kita menemukan Surat An Nas (Manusia), surat ke-114 dan surat terakhir dalam Al-Qur'an. Surat ini, bersama dengan Surat Al-Falaq, dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (dua surat untuk memohon perlindungan). An Nas secara eksplisit mengajarkan cara memohon perlindungan kepada Allah dari sumber kejahatan paling halus: waswas.
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَٰهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4)
Katakanlah: Aku berlindung kepada Tuhan (pemelihara) manusia, Raja (penguasa) manusia, sembahan (yang berhak disembah) manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang tersembunyi.
Surat An Nas mengajarkan tauhid dalam konteks perlindungan. Permintaan perlindungan ditujukan kepada tiga sifat ilahi Allah: Rabbun Nas (Tuhan yang memelihara), Malikun Nas (Raja yang menguasai), dan Ilahun Nas (Sesembahan yang berhak diibadahi). Dengan mengakui ketiga sifat ini, seorang hamba menegaskan bahwa tidak ada kekuatan yang lebih besar atau lebih berhak untuk dimintai perlindungan selain Allah SWT.
Fokus utama surat ini adalah syarril waswasil khannas, yaitu kejahatan bisikan setan yang bersembunyi. Setan bekerja secara diam-diam, mendekati pikiran manusia ketika ia lalai, menanamkan keraguan, ketakutan, atau godaan. Keutamaan Surat An Nas adalah sebagai amalan harian yang sangat dianjurkan, khususnya setelah shalat lima waktu dan sebelum tidur, untuk memastikan benteng spiritual kita tetap kokoh sepanjang hari dan malam dari gangguan jin maupun manusia.
Meskipun berbeda fokusnya—Ad Dhuha tentang harapan dan afirmasi positif dari Allah, sementara An Nas tentang penolakan aktif terhadap kejahatan—keduanya saling melengkapi dalam pembentukan karakter Muslim yang seimbang. Setelah kita dihibur dan diyakinkan oleh kasih sayang Allah melalui Ad Dhuha, kita kemudian diajarkan untuk selalu waspada dan berlindung kepada-Nya dari gangguan luar melalui An Nas.
Keduanya adalah penyeimbang emosi dan spiritual. Surat Ad Dhuha memastikan hati kita tidak tenggelam dalam keputusasaan (ketika merasa ditinggalkan), sementara Surat An Nas memastikan akal dan iman kita tidak mudah dirusak oleh pengaruh negatif dari luar (bisikan jahat). Membaca dan merenungkan kedua surat ini secara rutin membantu menjaga ketenangan batin, memperkuat keyakinan, dan selalu menempatkan Allah sebagai satu-satunya sumber kekuatan dan perlindungan sejati dalam menghadapi pasang surut kehidupan.