Wayujannabuhal-atqa
Dan orang yang paling bertakwa dijauhkan darinya (neraka).
Surah Al-Lail (Malam Hari), surat ke-92 dalam Al-Qur'an, dibuka dengan sumpah Allah SWT demi malam ketika ia menyelimuti bumi. Surah ini secara fundamental membahas tentang perbedaan mendasar antara dua jalur kehidupan manusia: jalan kebahagiaan (bagi yang memberi dan bertakwa) dan jalan kesengsaraan (bagi yang kikir dan kufur). Ayat 17 ini menjadi klimaks dari janji Ilahi, sebuah penutup indah yang menegaskan konsekuensi nyata dari ketaqwaan sejati.
Ayat-ayat sebelumnya (12-16) telah menguraikan sifat orang yang bakhil (kikir) yang takut akan kemiskinan meskipun Allah telah menjamin kecukupan bagi orang yang bersedekah. Kemudian, Allah SWT menyimpulkan dengan pernyataan tegas mengenai nasib orang yang berlawanan dengan sifat kikir tersebut.
Kata kunci dalam ayat ini adalah ٱلْأَتْقَى (Al-Atqa), yang merupakan bentuk superlatif dari "taqwa" (تقوى). Ini berarti "yang paling bertakwa" atau "yang paling takut kepada Allah". Ini bukan sekadar orang yang sesekali berbuat baik, melainkan mereka yang ketakutan mereka kepada Allah menjadi landasan utama dan penggerak utama dalam setiap keputusan hidupnya.
Taqwa, secara harfiah, berarti menjaga diri dari hal-hal yang dibenci Allah. Dalam konteks Al-Lail, taqwa ini diwujudkan melalui tindakan konkret, yaitu bersedekah dan berinfak di jalan Allah (sebagaimana disebutkan pada ayat 18). Orang yang paling bertakwa adalah mereka yang berhasil menundukkan ego dan hawa nafsunya demi mencari ridha Ilahi, bahkan ketika hal itu menuntut pengorbanan harta benda.
Frasa "يُجَنَّبُهَا" (yujannabuha) berarti "dijauhkan darinya". Objek yang dimaksud (ha) merujuk kepada nar (neraka) yang telah disebutkan secara implisit dalam ayat-ayat sebelumnya, atau secara eksplisit dalam kelanjutan ayat berikutnya (ayat 18, "...dan dijauhkan darinya orang yang paling bertakwa").
Penjauhan dari api neraka adalah tujuan tertinggi bagi seorang mukmin. Ini menunjukkan bahwa ketaqwaan yang tulus, yang dibuktikan melalui pengorbanan materi dan pembersihan jiwa, adalah kunci utama keselamatan di akhirat. Allah tidak hanya menjanjikan ganjaran bagi orang-orang yang beriman, tetapi secara spesifik memberikan jaminan keamanan bagi kelompok paling mulia di antara mereka: Al-Atqa.
Surah Al-Lail memberikan pelajaran mendalam bahwa ujian harta adalah salah satu ujian keimanan yang paling berat. Kekikiran sering kali berakar pada ketakutan akan kekurangan materi di masa depan. Orang yang kikir berkata, "Aku menghabiskan hartaku karena aku takut papa." Sebaliknya, orang yang bertakwa membelanjakan hartanya karena yakin bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki dan Pelindung.
Ayat 17 adalah penegasan bahwa mentalitas Al-Atqa—yang meletakkan pertolongan dan rezeki Allah di atas perhitungan rasional duniawi—akan menuai hasil terbaik: keberhasilan di akhirat. Mereka yang teruji dalam kedermawanan adalah mereka yang dipastikan akan mendapatkan perlindungan dari siksa terburuk.
Di tengah budaya konsumerisme, memahami Surah Al-Lail ayat 17 menjadi sangat relevan. Ayat ini menantang kita untuk mengevaluasi motivasi di balik pengeluaran kita. Apakah kita menahan rezeki karena takut kekurangan? Atau apakah kita memberi dengan keyakinan penuh pada janji Allah?
Menjadi "Al-Atqa" bukan hanya tentang ibadah ritual semata, tetapi tentang bagaimana kita mengelola nikmat Allah yang terwujud dalam bentuk harta, waktu, dan potensi. Jalan menuju penjauhan dari api neraka ditempuh melalui jalan yang penuh pengorbanan, di mana setiap sedekah yang ikhlas adalah langkah menjauhi jurang kehancuran dan melangkah mendekati surga. Ayat ini adalah motivasi abadi bagi setiap Muslim untuk berjuang mencapai derajat tertinggi ketaqwaan, karena hasil akhirnya adalah keselamatan hakiki.