Memahami Peringatan: Surah Al-Kahfi Ayat 83

Simbol Pencarian Ilmu dan Ujian Kehidupan

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada hari Jumat, karena mengandung pelajaran berharga mengenai ujian kehidupan. Di antara ayat-ayatnya yang sarat hikmah, ayat ke-83 seringkali menjadi sorotan utama dalam pembahasan mengenai keterbatasan ilmu manusia dibandingkan dengan ilmu Allah SWT.

Teks Surah Al-Kahfi Ayat 83

وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ ۖ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
"Dan mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad SAW) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: 'Aku akan membacakan kepadamu (sebagian) kisah tentangnya.'"

Konteks Turunnya Ayat

Ayat 83 Surah Al-Kahfi menandai transisi narasi yang sangat penting dalam surat tersebut. Sebelumnya, Allah SWT telah menceritakan kisah Ashabul Kahfi (pemuda gua) sebagai pelajaran tentang keimanan di tengah penindasan, dan kisah pemilik dua kebun sebagai pelajaran tentang bahaya kekayaan yang melalaikan. Setelah itu, orang-orang musyrik Mekah, yang mungkin penasaran atau mencoba menguji kenabian Muhammad SAW, mengajukan pertanyaan spesifik mengenai sosok legendaris bernama Dzulkarnain (pemilik dua tanduk).

Pertanyaan ini bukanlah permintaan informasi biasa. Dzulkarnain adalah figur yang sering dibicarakan dalam tradisi Yahudi dan Nasrani pada masa itu, dan kaum musyrik berharap Muhammad SAW tidak mampu menjawabnya, sehingga mereka bisa menggunakannya sebagai dalih untuk meragukan keaslian wahyu yang diterimanya.

Jawaban yang Mengagumkan

Respon Nabi Muhammad SAW yang diperintahkan Allah SWT sangat elegan: "Katakanlah: 'Aku akan membacakan kepadamu (sebagian) kisah tentangnya.'" Jawaban ini menunjukkan tiga hal fundamental:

  1. Pengakuan Keterbatasan: Nabi tidak mengklaim mengetahui segalanya, tetapi menegaskan bahwa informasi yang akan disampaikan berasal dari wahyu Ilahi, bukan dari pengetahuan umum atau spekulasi manusia.
  2. Kebenaran Wahyu: Dengan mampu menceritakan kisah yang belum pernah didengar masyarakat secara detail—kisah yang kemudian diuraikan secara rinci pada ayat-ayat berikutnya—kebenaran risalah kenabian semakin terbukti.
  3. Pentingnya Sumber Ilmu: Ayat ini secara tidak langsung mengajarkan umat Islam bahwa dalam urusan gaib atau sejarah kuno yang tidak tercatat, sumber validnya adalah Al-Qur'an atau Hadis yang sahih, bukan sekadar mitos atau gosip populer.

Implikasi Filosofis bagi Kehidupan Modern

Meskipun ayat ini secara literal membahas jawaban atas pertanyaan tentang Dzulkarnain (yang kisahnya dilanjutkan pada ayat 84 dan seterusnya), pondasi yang diletakkan oleh ayat 83 ini sangat relevan hari ini. Manusia modern seringkali terombang-ambing oleh informasi tanpa henti dari internet. Keinginan untuk selalu tahu tentang segala hal, cepat menjadi ahli dalam setiap bidang, atau mengandalkan opini populer adalah bentuk "bertanya" kepada hal yang tidak memiliki otoritas.

Ayat 83 mengajarkan kita untuk menyaring sumber informasi. Ketika dihadapkan pada isu fundamental, kebenaran hakiki, atau hal-hal yang memerlukan kepastian mutlak, kita harus kembali kepada panduan tertinggi kita, yaitu ajaran agama. Sama seperti Nabi Muhammad SAW mengarahkan pertanyaan rumit kepada wahyu, seorang mukmin diajarkan untuk bersikap rendah hati dan mencari kebenaran dari sumber yang otentik.

Kisah Dzulkarnain itu sendiri mengajarkan tentang bagaimana kekuasaan harus digunakan untuk keadilan dan pembangunan, bukan untuk kesombongan atau penindasan. Namun, titik awal dari semua pelajaran itu adalah penerimaan bahwa tidak semua pengetahuan ada di tangan manusia; ada otoritas yang lebih tinggi yang harus diakui. Ayat 83 adalah pintu gerbang menuju pemahaman bahwa kebijaksanaan sejati dimulai dari pengakuan terhadap keterbatasan diri dan ketergantungan pada petunjuk Ilahi.

🏠 Homepage