Ilustrasi Perjalanan dan Batasan Kekuasaan yang Dicapai
Surah Al-Kahfi, surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat, menyimpan banyak pelajaran moral dan spiritual. Salah satu kisah paling monumental di dalamnya adalah kisah Dzul Dzulkarnain (pemilik dua tanduk, sering diartikan sebagai penguasa yang mencapai timur dan barat). Kisah ini menjadi sorotan utama pada ayat 84 hingga 97, di mana Allah SWT menjelaskan bagaimana kekuatan besar diberikan kepadanya, namun kekuasaan tersebut memiliki batasan dan tujuan yang jelas.
Allah SWT berfirman:
Ayat 84 ini menegaskan bahwa Zulqarnain bukanlah penguasa biasa. Ia diberi kemampuan luar biasa, baik secara fisik (kemampuan melakukan perjalanan jauh) maupun secara militer dan politik (kekuasaan di bumi). Pemberian ini adalah amanah, bukan hak milik pribadi, yang menggarisbawahi bahwa kekuatan terbesar di dunia selalu bersumber dari kehendak Ilahi.
Kisah berlanjut dengan penggambaran perjalanan pertamanya. Zulqarnain menempuh jalan hingga mencapai tempat terbenamnya matahari. Ia mendapati sekelompok orang di sana yang sepertinya tidak memiliki perlindungan dari panas matahari. Kisah ini sering diinterpretasikan sebagai pengujian atas kebijaksanaan dan rasa keadilannya.
Respons Zulqarnain menunjukkan karakter kepemimpinan yang Islami. Ia memilih untuk memberi petunjuk dan hukum terbaik (ihsan), bukan menghukum mereka yang mungkin belum mengenal tauhid. Ia mengajarkan mereka tentang keesaan Allah dan memberi balasan bagi yang berbuat baik atau jahat.
Setelah perjalanan ke barat, Zulqarnain melanjutkan perjalanannya ke timur, tempat terbitnya matahari. Di sana, ia mendapati kaum yang hidup tanpa pelindung dari sinar matahari. Sekali lagi, ia memperlakukan mereka dengan keadilan dan memberikan petunjuk.
Puncak dari kisahnya adalah pertemuannya dengan kaum yang hidup di antara dua gunung, yang kesulitan berkomunikasi karena adanya penghalang besar, dan mereka hidup dalam ketakutan akan gangguan kaum Ya’juj dan Ma’juj.
Kaum tersebut meminta bantuan Zulqarnain untuk membangun sebuah tembok penghalang. Mereka menawarkan imbalan materi. Namun, Zulqarnain menolak tawaran imbalan duniawi tersebut. Ia menegaskan bahwa tugasnya adalah demi kemaslahatan umum, didukung oleh kekuatan yang dianugerahkan Allah.
Konstruksi tembok dilakukan dengan menggunakan besi dan tembaga, menunjukkan kecanggihan teknologinya (atau kekuatan supranatural yang diperkenankan Allah). Setelah tembok selesai, Zulqarnain menyatakan inti dari pelajaran ini, sebuah pengingat bagi semua pemimpin dan manusia yang diberi kelebihan:
Pernyataan ini sangat krusial. Zulqarnain mengaitkan keberhasilannya bukan pada kecerdasan atau kekuatannya sendiri, melainkan sebagai rahmat dari Tuhannya. Ia juga mengingatkan bahwa tembok yang kokoh itu—simbol pencapaian duniawi—akan hancur lebur ketika janji akhir (Hari Kiamat) datang.
Kisah Al-Kahfi ayat 84-97 mengajarkan bahwa kekuatan duniawi hanya bersifat sementara dan harus digunakan untuk keadilan dan menolong yang lemah. Pada akhirnya, segala pencapaian materi dan kekuasaan akan sirna, dan yang kekal hanyalah pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Inilah hikmah agung yang dapat kita petik dari perjalanan seorang penguasa besar yang rendah hati di hadapan Sang Pencipta.