Kejadian Musa dan Khidir: Pelajaran dari Surah Al-Kahfi Ayat 73

Ilustrasi Musa dan Khidir Dua siluet tokoh berjalan berdampingan di tepi air.

Konteks Ayat 73

Surah Al-Kahfi, atau Gua, adalah salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran moral dan spiritual. Bagian sentral dari surah ini adalah kisah perjalanan Nabi Musa AS bersama seorang hamba saleh yang dikenal sebagai Al-Khidir AS (disebut Dzul Qarnain dalam beberapa tafsir populer, namun konteks ayat 73 merujuk pada kisah perpisahan mereka). Ayat 73 menjadi titik balik penting dalam narasi tersebut.

Setelah melalui serangkaian peristiwa yang membingungkan dan menguji kesabaran Musa—mulai dari melubangi perahu, membunuh seorang anak muda, hingga membangun kembali dinding yang hampir roboh—Musa menyadari bahwa ia tidak akan mampu bersabar mengikuti cara-cara Khidir yang penuh hikmah tersembunyi. Di sinilah permintaan perpisahan diajukan.

QS. Al-Kahfi Ayat 73

قَالَ هَٰذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ ۖ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَلَيْهِ صَبْرًا

Artinya: "Berkata Musa: 'Inilah perpisahan antara aku dan engkau; aku akan memberitahukan kepadamu takwil (arti dan hikmah) dari apa yang kamu tidak dapat bersabar atasnya.'"

Makna Mendalam di Balik Perpisahan

Ayat ini bukan sekadar penanda akhir sebuah perjalanan fisik, melainkan penanda berakhirnya fase pembelajaran Musa di bawah bimbingan langsung Khidir. Frasa kunci di sini adalah "تَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِع عَلَيْهِ صَبْرًا" (takwil dari apa yang kamu tidak dapat bersabar atasnya). Hal ini menggarisbawahi perbedaan fundamental dalam cara pandang antara Nabi Musa dan Khidir.

Nabi Musa, sebagai seorang Rasul yang memegang syariat yang jelas, berpegang teguh pada logika dan hukum yang tampak di mata. Tindakan Khidir (melubangi perahu, membunuh anak, memperbaiki dinding) bertentangan dengan hukum lahiriah yang diajarkan kepada Musa. Ketidakmampuan Musa untuk menerima perbuatan tersebut tanpa pemahaman latar belakangnya adalah ujian kesabaran dan kepercayaan.

Pentingnya Hikmah (Takwil)

Khidir menawarkan penjelasan (takwil) karena Musa telah mencapai batas kesabarannya. Dalam konteks ini, hikmah atau takwil adalah kunci untuk membuka pemahaman yang melampaui logika permukaan. Perahu itu dilubangi agar tidak dirampas oleh raja zalim (pelajaran tentang menjaga amanah dan menghindari kezaliman secara pasif). Anak itu dibunuh karena ia akan tumbuh menjadi kafir yang menyusahkan orang tuanya (pelajaran tentang rahmat Allah yang mendahului hukum). Dinding dibangun kembali karena di bawahnya terdapat harta milik dua anak yatim (pelajaran tentang keadilan sosial yang tersembunyi).

Pelajaran Tentang Kesabaran dan Ilmu

Kisah ini mengajarkan kita bahwa kesabaran yang diminta Allah seringkali melampaui batas pemahaman akal kita saat ini. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering diuji oleh peristiwa yang tampak tidak adil atau menyakitkan, seperti kehilangan pekerjaan, sakit, atau kegagalan. Ayat 73 mengingatkan kita bahwa di balik kesulitan tersebut mungkin terdapat skenario Ilahi yang sedang bekerja, yang hanya akan terungkap seiring waktu—atau ketika kesabaran kita telah teruji sepenuhnya.

Ini adalah pengingat bahwa ilmu Allah Maha Luas. Apa yang kita anggap sebagai keburukan (seperti musibah kecil) bisa jadi merupakan pencegahan atas musibah yang jauh lebih besar. Kesabaran Musa adalah kesabaran seorang nabi, namun bahkan ia membutuhkan bimbingan lebih lanjut. Bagi kita, ini menegaskan pentingnya menjaga prasangka baik kepada ketetapan Allah, seraya terus berusaha mencari kebaikan dan hikmah dari setiap kejadian.

🏠 Homepage