Kajian Surah Al-Kahfi: Ayat 75 hingga 110

Pengantar Kisah Nabi Musa dan Khidr (Ayat 75-82)

Bagian akhir dari kisah Nabi Musa dan Khidr dalam Surah Al-Kahfi berfokus pada pelajaran penting mengenai ilmu, takdir, dan tanggung jawab. Setelah perjalanan panjang dan berbagai peristiwa yang membingungkan Musa, Khidr akhirnya menjelaskan hakikat tindakannya.

Pada ayat 75-77, Khidr menekankan bahwa tindakannya—terutama merusak perahu dan membunuh pemuda—adalah atas dasar rahmat dan perintah langsung dari Allah. Musa mengakui keterbatasannya dan meminta izin untuk melanjutkan perjalanan dengan syarat yang lebih ketat. Ini menunjukkan kerendahan hati seorang Nabi besar ketika dihadapkan pada ilmu yang melampaui pemahamannya.

Surah Al-Kahfi Ayat 77:

"Maka berjalanlah keduanya hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk sebuah negeri, mereka minta dijamu penduduknya, tetapi penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka, kemudian mereka mendapati dalam negeri itu dinding yang hampir roboh, lalu Khidr menegakkan bangunan itu. Musa berkata, 'Jika engkau mau, tentulah engkau dapat meminta upah untuk itu.'"

Puncak dari kisah ini terdapat pada ayat 78-82, di mana Khidr menjelaskan mengapa ia memperbaiki dinding tersebut. Dinding itu melindungi harta milik dua anak yatim dan ayah mereka yang saleh. Ilmu Khidr melampaui apa yang terlihat; ia melihat kemaslahatan jangka panjang yang tersembunyi di balik kejadian tersebut. Pesan utamanya adalah bahwa kesabaran akan membuahkan hasil yang mulia, dan ilmu Allah selalu meliputi segalanya.

Ilmu di Balik Takdir Visualisasi Kisah Musa dan Khidr

Visualisasi Sederhana Kisah Nabi Musa dan Khidr

Pelajaran Tentang Kehidupan Dunia dan Akhirat (Ayat 83-100)

Setelah berpisah dengan Khidr, kisah berlanjut dengan peringatan tegas mengenai kehidupan duniawi yang fana. Bagian ini sering kali menjadi refleksi bagi pembaca tentang prioritas hidup.

Ayat 86-87 membahas tentang pembangunan Dzul-Qarnain. Kisahnya menjadi contoh nyata bagaimana seorang pemimpin yang diberi kekuasaan besar oleh Allah menggunakannya untuk keadilan dan menyebarkan kebaikan, bukan untuk kesombongan duniawi.

Fokus utama kemudian bergeser pada perbandingan antara kenikmatan dunia yang cepat berlalu dan pahala akhirat yang kekal. Allah SWT berfirman bahwa perumpamaan dunia ini hanyalah seperti air hujan yang menumbuhkan tanaman, yang kemudian mengering menjadi debu.

Surah Al-Kahfi Ayat 99:

"Dan pada hari Kami tiup sangkakala, dan Kami kumpulkan mereka (pada hari itu), lalu Kami tidak tinggalkan seorang pun dari mereka."

Ayat ini adalah ancaman keras bagi mereka yang terlalu larut dalam kesenangan duniawi tanpa mempersiapkan bekal akhirat. Hari penghisaban pasti akan tiba, dan tidak ada satu pun yang terlewatkan dari perhitungan Allah.

Peringatan Terakhir dan Seruan untuk Beriman (Ayat 101-110)

Penutup Surah Al-Kahfi memberikan kesimpulan yang kuat dan peringatan terakhir. Allah SWT menggambarkan keadaan orang-orang kafir di akhirat, yang matanya tertutup dari kebenaran di dunia, sehingga mereka merugi besar.

Ayat 102-106 secara eksplisit menyebutkan bahwa anggapan orang-orang musyrik bahwa mereka akan mendapatkan perlindungan atau teman selain Allah di akhirat adalah sia-sia. Mereka mengira amal saleh mereka di dunia akan setara dengan pahala orang beriman, padahal kesombongan dan pengingkaran mereka telah menghapus semua harapan itu.

Puncak surah ini diakhiri dengan seruan yang menggugah hati (Ayat 107-110). Allah menegaskan keabadian surga bagi mereka yang beriman dan beramal saleh. Iman dan amal yang seimbang adalah kunci keselamatan.

Surah Al-Kahfi Ayat 110 (Penutup Surah):

"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, biarlah ia mengerjakan amal saleh dan jangan ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.'"

Ayat penutup ini berfungsi sebagai pengingat bahwa Muhammad SAW adalah seorang Rasul, bukan Tuhan. Tugasnya adalah menyampaikan wahyu. Inti pesan yang harus diamalkan oleh setiap muslim adalah tauhid yang murni—mengikhlaskan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah—serta senantiasa memperbaiki amal perbuatan. Dengan bekal keikhlasan dan amal saleh, seorang hamba akan meraih keridhaan dan perjumpaan dengan Rabb-nya.

Kajian terhadap ayat 75 hingga 110 Surah Al-Kahfi ini memberikan pelajaran komprehensif mengenai ilmu gaib versus ilmu syar'i, urgensi kesabaran, bahaya cinta dunia berlebihan, dan pentingnya tauhid murni sebagai bekal menuju keabadian.

🏠 Homepage