Kandungan Surat Al-Lail Ayat 1-11

Pergantian Keadaan Ilustrasi Pergantian Siang dan Malam Sebagai Tanda Kekuasaan Allah

Surat Al-Lail (Malam) adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Ayat 1 hingga 11 dari surat ini dibuka dengan sumpah-sumpah agung Allah SWT yang menekankan akan adanya perbedaan dan kontras dalam kehidupan, khususnya antara malam dan siang, sebagai bukti kekuasaan-Nya dan sebagai landasan bagi prinsip balasan atas amal perbuatan manusia.

Teks dan Terjemahan Ayat 1-11

وَٱللَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ ۝ وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ ۝ وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ ۝ إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ ۝ فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ ۝ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ ۝ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡيُسۡرَىٰ ۝ وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغۡنَىٰ ۝ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ ۝ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ ۝ وَمَا يُغۡنِي عَنۡهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰ
1. Demi malam apabila telah gelap gulita, 2. dan siang apabila terang benderang, 3. dan penciptaan laki-laki dan perempuan, 4. sungguh, usaha kamu itu sungguh bermacam-macam (bertingkat-tingkat). 5. Maka adapun orang yang memberikan hartanya dan bertakwa, 6. dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), 7. maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). 8. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak butuh pertolongan Allah), 9. dan mendustakan pahala yang terbaik (surga), 10. maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan menuju kesukaran (neraka). 11. Dan hartanya tidak akan bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (masuk neraka).

Kandungan Utama Surat Al-Lail Ayat 1-11

1. Sumpah Allah atas Kontras Alam Semesta (Ayat 1-3)

Pembukaan surat ini diawali dengan tiga sumpah yang sangat kuat:

Ketiga sumpah ini menjadi dasar penekanan ayat berikutnya: bahwa keragaman dan perbedaan adalah sunnatullah (hukum alam yang ditetapkan Allah). Setiap ciptaan memiliki fungsi dan kondisinya yang berbeda, sebagaimana pula amal perbuatan manusia.

2. Perbedaan Tingkat Usaha dan Amalan (Ayat 4)

Ayat keempat menjadi jantung dari bagian awal ini: "Inna sa'yakaum lasyattaa" (Sungguh, usaha kamu itu sungguh bermacam-macam).

Usaha manusia tidak seragam. Ada yang berusaha keras di jalan ketaatan, ada yang berusaha keras dalam kemaksiatan, dan ada pula yang usahanya bersifat sedang-sedang. Allah menegaskan bahwa keragaman jenis dan kualitas amal ini akan mendapatkan balasan yang setimpal. Ini adalah peringatan tegas bahwa tidak semua upaya akan diperlakukan sama di hadapan hisab (perhitungan) Allah.

3. Jalan Kemudahan (Yusra) bagi Orang Dermawan dan Bertakwa (Ayat 5-7)

Allah kemudian membagi manusia menjadi dua kelompok berdasarkan pilihan hidup mereka:

Kelompok Pertama: Orang yang Memberi dan Bertakwa

Ciri-ciri mereka dijelaskan dalam ayat 5 dan 6:

  1. A'tha (Memberi): Mereka menafkahkan hartanya di jalan Allah, menunaikan hak fakir miskin, dan tidak menahan karunia yang Allah berikan.
  2. Ittaqā (Bertakwa): Mereka menjaga diri dari larangan Allah dan melaksanakan perintah-Nya.
  3. Shaddaqa bil Husna (Membenarkan yang Terbaik): Mereka membenarkan janji Allah tentang adanya Hari Pembalasan dan Surga (al-Husna).

Balasan bagi mereka sangat indah: "Fasanuyassiruhu lil yusra" (Maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan menuju kemudahan). Kemudahan ini mencakup kemudahan dalam beramal saleh di dunia dan kemudahan dalam melalui proses perhitungan amal di akhirat.

4. Jalan Kesulitan (Ushrā) bagi Orang Kikir dan Pendusta (Ayat 8-10)

Kontrasnya adalah kelompok kedua, yang memiliki ciri-ciri kebalikan dari kelompok pertama:

  1. Bakhila (Kikir): Mereka menahan hartanya, tidak mau mengeluarkannya untuk kebaikan.
  2. Istaghna (Merasa Cukup/Sombong): Mereka merasa diri mereka sudah kaya, mandiri, dan tidak membutuhkan pertolongan atau balasan dari Allah. Ini adalah kesombongan spiritual.
  3. Kadzdzaba bil Husna (Mendustakan yang Terbaik): Mereka mengingkari janji Surga dan Hari Kiamat.

Balasan mereka adalah: "Fasanuyassiruhu lil usra" (Maka Kami kelak akan memudahkan baginya jalan menuju kesukaran). Kesukaran ini bisa berupa kesulitan dalam melakukan kebaikan di dunia, hati yang tertutup dari hidayah, dan kesulitan hebat saat menghadapi azab neraka.

5. Kesia-siaan Harta Duniawi (Ayat 11)

Ayat penutup bagian ini menegaskan kelemahan harta benda di hadapan takdir ilahi: "Wama yughni 'anhu maaluhoo idzaa taraddaa" (Dan hartanya tidak akan bermanfaat baginya apabila ia telah binasa).

Ketika seseorang mencapai titik kehancuran (terjerumus ke dalam neraka), semua kekayaan, kedudukan, dan kekuatan dunianya menjadi tidak berguna sama sekali. Ayat ini menjadi tamparan keras bagi materialisme, mengingatkan bahwa nilai sejati manusia terletak pada iman dan amal kebajikannya, bukan pada timbunan hartanya.

🏠 Homepage