Surah: Ad-Dhuha (Duha)
Nomor Urut: 93
Kategori: Makkiyah (Turun di Mekkah)
Jumlah Ayat: 11 Ayat
Surah Ad-Dhuha adalah salah satu surat yang paling menghibur dalam Al-Qur'an. Dinamai berdasarkan sumpah Allah SWT pada waktu Dhuha (pagi menjelang siang), surat ini turun sebagai penyejuk hati Nabi Muhammad SAW ketika beliau mengalami periode kekosongan wahyu (fatratul wahyu). Kekosongan ini sempat menimbulkan kegelisahan pada diri Rasulullah, yang kemudian dijawab dengan turunnya ayat-ayat ini.
Allah SWT memulai sumpah-Nya dengan, "Demi waktu dhuha (pagi hari ketika matahari naik tinggi)," (Ad-Dhuha: 1). Sumpah ini bukan sekadar pengucapan, melainkan penegasan akan kebenaran yang akan disampaikan. Waktu dhuha adalah waktu di mana aktivitas dunia mulai ramai, dan cahaya telah sepenuhnya menggantikan kegelapan malam. Ini menjadi metafora bahwa setelah masa kesulitan (kegelapan), cahaya dan rahmat Allah pasti akan datang.
Ayat-ayat selanjutnya secara eksplisit menolak anggapan bahwa Allah telah meninggalkan Nabi-Nya atau membenci beliau. "Sekali-kali tidak! Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak (pula) membencimu," (Ad-Dhuha: 3). Pengulangan penekanan ini menunjukkan betapa pentingnya pesan ini bagi Rasulullah dan seluruh umat Islam yang mungkin di kemudian hari mengalami keraguan atau merasa ditinggalkan oleh Tuhan.
Setelah menepis keraguan, Allah mulai memaparkan janji-janji indah yang lebih besar daripada masa lalu yang menyakitkan. Ayat yang sangat populer adalah janji untuk kehidupan akhirat: "Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada permulaan (dunia)," (Ad-Dhuha: 4). Ayat ini memberikan perspektif mendasar dalam Islam: kesulitan duniawi bersifat sementara, sementara balasan di akhirat jauh lebih utama dan abadi.
Untuk meyakinkan Rasulullah akan kemurahan-Nya, Allah mengingatkan beliau akan nikmat-nikmat yang telah diberikan sejak masa awal. Allah mengingatkan bahwa Dia-lah yang telah memelihara Nabi dari kebingungan dan membimbingnya kepada jalan yang lurus. "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu seorang yang membutuhkan, lalu Dia memberikan kecukupan kepadamu?" (Ad-Dhuha: 6-8).
Pengingat ini berfungsi ganda: pertama, sebagai penghormatan atas kedudukan Nabi SAW; kedua, sebagai pelajaran bagi umat bahwa kesulitan masa lalu selalu diikuti oleh pertolongan dan kemudahan dari Allah. Ketika seseorang merasa tertekan atau menghadapi kesulitan besar, mengingat kemudahan-kemudahan yang pernah dilewati adalah kunci untuk mempertahankan harapan.
Puncak dari surat yang penuh pengharapan ini adalah perintah untuk bersyukur dan berbuat baik kepada sesama. Surah ditutup dengan seruan: "Maka terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu siarkan (atau zahirkan)," (Ad-Dhuha: 11).
Menyebarkan nikmat Tuhan tidak hanya berarti menceritakan rahmat verbal, tetapi juga mewujudkannya dalam bentuk amal nyata, terutama kepada mereka yang kurang beruntung. Setelah menerima penghiburan dari Yang Maha Kuasa, umat diperintahkan untuk menjadi saluran rahmat tersebut bagi orang lain. Surah Ad-Dhuha adalah jaminan ilahi bahwa tidak ada kesulitan yang abadi, dan bahwa setiap akhir dari kegelapan adalah janji akan cahaya pagi yang lebih terang.