Dalam praktik ibadah umat Islam, terutama setelah melaksanakan salat fardu maupun sunah, terdapat amalan-amalan yang sangat dianjurkan untuk menyempurnakan kekhusyukan dan mendapatkan pahala berlipat ganda. Salah satu topik yang sering dibahas terkait rangkaian bacaan adalah mengenai apa yang dibaca sesudah surat Al-Kafirun.
Surat Al-Kafirun adalah surat ke-109 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surat ini pendek, namun memiliki makna yang sangat fundamental mengenai prinsip ketauhidan dan penolakan terhadap segala bentuk kemusyrikan. Kandungannya menegaskan pemisahan prinsip antara Islam dan kekufuran.
Rangkaian Bacaan Sunnah Setelah Al-Kafirun
Ketika membahas urutan bacaan, khususnya dalam konteks salat sunah rawatib (seperti rawatib sebelum Subuh atau sesudah Maghrib) atau bahkan dalam salat Witir, terdapat suatu tradisi yang sangat kuat dan diamalkan oleh mayoritas umat berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini dikenal sebagai membaca surat Al-Ikhlas setelah Al-Kafirun.
Rangkaian ini sering disebut sebagai 'Al-Mu'awwidzatain Ashghar' (dua surat pendek pelindung yang lebih kecil, meskipun 'Al-Mu'awwidzat' yang utama adalah Al-Falaq, An-Nas, dan Al-Ikhlas). Namun, kombinasi Al-Kafirun dan Al-Ikhlas memiliki keistimewaan tersendiri.
Keistimewaan Membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas Bersama
Mengapa kedua surat ini sering dipasangkan? Terdapat beberapa dalil dan pandangan ulama mengenai hal ini. Al-Kafirun mewakili penolakan terhadap kesesatan dan penegasan loyalitas kepada Allah SWT ("Bagimu agamamu, dan bagiku agamaku"). Sementara itu, Al-Ikhlas adalah penegasan mutlak tentang keesaan Allah (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah). Ketika digabungkan, keduanya membentuk pernyataan iman yang utuh: penolakan terhadap yang batil diikuti dengan penegasan terhadap yang hak.
Dalam sebuah riwayat yang masyhur, Rasulullah SAW bersabda bahwa membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas secara berurutan, terutama dalam salat Witir, adalah sunnah yang sangat ditekankan. Misalnya, dalam salat Witir, banyak riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah SAW membaca satu surat pada rakaat pertama, surat lain pada rakaat kedua, dan Al-Kafirun serta Al-Ikhlas pada rakaat ketiga. Ada juga pandangan yang menyebutkan bahwa membaca kedua surat ini sama dengan menggandakan pahala seolah-olah membaca seperempat Al-Qur'an, karena Al-Ikhlas sendiri setara dengan sepertiga Al-Qur'an.
Konteks Penerapan dalam Salat
Penerapan urutan ini paling sering terlihat dalam:
- Salat Witir: Pada rakaat terakhir (rakaat ganjil), banyak sunnah yang mengkhususkan Al-Kafirun dan Al-Ikhlas sebagai bacaan utama.
- Salat Sunah Rawatib (terutama sebelum Subuh): Meskipun bacaan yang utama adalah surat-surat panjang, beberapa riwayat menunjukkan bahwa membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas adalah pilihan yang dianjurkan.
- Salat Dhuha: Beberapa ulama menganjurkan untuk mengakhiri salat Dhuha dengan membaca satu surat di rakaat pertama dan Al-Kafirun-Al-Ikhlas di rakaat kedua (jika salat dua rakaat).
Penting untuk dicatat bahwa ketika membaca surat setelah Al-Kafirun, kita tidak perlu mengulang bacaan Al-Fatihah. Urutannya adalah: Setelah salam dari bacaan surat sebelumnya (misalnya setelah membaca Al-Kafirun), dilanjutkan dengan membaca Al-Ikhlas, kemudian rukuk dan sujud seperti biasa.
Amalan Tambahan Setelah Penutup Surat
Selain rangkaian surat, amalan setelah menyelesaikan bacaan surat (apakah itu Al-Kafirun, Al-Ikhlas, atau lainnya) dalam salat adalah melanjutkan gerakan salat ke rukun berikutnya, seperti rukuk, i'tidal, sujud, dan seterusnya. Jika ini dilakukan di luar salat (misalnya sebagai zikir pagi dan petang), maka setelah membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas, seseorang dapat melanjutkan dengan doa-doa perlindungan lainnya, seperti membaca Al-Falaq dan An-Nas.
Secara keseluruhan, fokus utama umat Islam adalah memastikan bahwa sesudah surat Al-Kafirun, niat dan bacaan kita mengalirkan ketegasan tauhid, yang paling sempurna diwujudkan dengan melanjutkan pembacaan Surat Al-Ikhlas. Ini adalah praktik yang didukung oleh tradisi Nabi Muhammad SAW untuk menguatkan fondasi keimanan kita sebelum melanjutkan ke bagian ibadah yang lain.
Dengan memahami urutan ini, seorang Muslim dapat melaksanakan ibadahnya dengan lebih terarah dan sesuai dengan tuntunan yang telah ditetapkan, menjadikan setiap gerakan dan bacaan memiliki makna spiritual yang mendalam.