Surah Al-Qadr, yang terdiri dari lima ayat pendek namun sarat makna, menempati posisi yang sangat istimewa dalam khazanah Islam. Surat ini secara khusus membahas tentang Malam Lailatul Qadr—malam di mana Al-Qur'an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Memahami sebab Surah Al-Qadr diturunkan berarti menyelami konteks historis dan spiritual yang melatarbelakangi penetapan malam paling mulia ini.
Meskipun teks Surah Al-Qadr itu sendiri tidak secara eksplisit merinci satu peristiwa tunggal sebagai penyebab penurunannya, para mufassir (ahli tafsir) dan riwayat-riwayat hadis memberikan petunjuk kuat mengenai konteks turunnya surah ini bersamaan dengan peristiwa besar dalam sejarah kenabian. Lailatul Qadr adalah momen fundamental dalam dakwah Islam, menandai titik balik dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya wahyu Ilahi.
Ilustrasi Malam Penurunan Wahyu
Sebab utama mengapa Surah Al-Qadr, dan secara implisit Malam Qadr itu sendiri, mendapatkan perhatian khusus adalah karena malam tersebut merupakan malam di mana Allah SWT memutuskan untuk memulai proses pewahyuan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril di Gua Hira. Peristiwa ini bukan sekadar penurunan teks, melainkan awal dari era baru bagi umat manusia.
Sebagian besar ulama meyakini bahwa ayat pertama yang diturunkan adalah lima ayat pertama dari Surah Al-'Alaq. Setelah peristiwa monumental ini, barulah kemudian ditetapkan kemuliaan malam tersebut—Lailatul Qadr. Surah Al-Qadr turun untuk menegaskan dan menjelaskan kedudukan malam tersebut, bukan hanya sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an secara keseluruhan, tetapi sebagai malam diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap (turun secara simbolis dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia) sebelum diturunkan secara bertahap kepada Nabi selama 23 tahun.
Penting untuk dicatat bahwa Surah Al-Qadr diturunkan untuk menekankan bahwa ibadah yang dilakukan pada malam tersebut jauh lebih baik daripada ibadah yang dilakukan selama seribu bulan (sekitar 83 tahun). Ini memberikan motivasi besar kepada umat Islam untuk mencari dan memaksimalkan keberkahan malam tersebut, yang jatuh di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
Riwayat lain menyebutkan bahwa pertanyaan mengenai keutamaan ibadah di antara umat-umat terdahulu mendorong Allah SWT untuk memberikan kemuliaan yang tidak dimiliki umat lain, yaitu Lailatul Qadr. Ketika Nabi Muhammad SAW mendengar tentang usia umat terdahulu yang panjang, beliau merasa prihatin karena usia umatnya yang relatif pendek, yang membatasi kesempatan mereka mengumpulkan pahala sebanyak umat-umat sebelumnya. Sebagai jawaban atas kegelisahan beliau (atau sebagai anugerah), Allah SWT menurunkan Surah Al-Qadr untuk menunjukkan bahwa satu malam saja di dalamnya setara dengan ribuan bulan amal.
Sebab lain dari penegasan Surah Al-Qadr adalah mengalihkan fokus dari panjangnya rentang waktu ibadah menuju kualitas dan keberkahan spesifik. Meskipun kita mungkin tidak diberikan usia panjang seperti Nabi Nuh AS atau Nabi Ibrahim AS, kita dianugerahi satu malam yang dengannya kita bisa melampaui pencapaian ibadah berabad-abad.
Inti dari sebab turunnya Surah Al-Qadr adalah untuk mengabadikan dan mengagungkan momen turunnya wahyu, serta memberikan umat Nabi Muhammad SAW sebuah kesempatan emas (Lailatul Qadr) untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan amalan yang nilainya sangat besar. Keagungan malam ini berfungsi sebagai pengingat abadi akan betapa berharganya Al-Qur'an dalam kehidupan seorang Muslim dan dorongan untuk hidup dalam naungan cahaya wahyu tersebut.
Dengan demikian, Surah Al-Qadr berfungsi sebagai penanda historis keajaiban kenabian dan panduan spiritual yang berkelanjutan bagi setiap generasi Muslim untuk meraih keberkahan yang tersembunyi dalam waktu yang singkat namun penuh kemuliaan.