Surah Ad Dhuha adalah salah satu penyejuk hati yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada masa-masa sulit, khususnya ketika beliau merasakan jeda wahyu. Surah ini penuh dengan penghiburan, penegasan kasih sayang Allah, dan janji manis tentang masa depan yang lebih baik. Inti dari penghiburan tersebut terangkum dalam setiap ayatnya, terutama ketika kita merenungkan **Ad Dhuha ayat 4**.
Ayat keempat ini merupakan puncak dari janji ilahi. Setelah Allah SWT bersumpah dengan waktu duha dan malam yang sunyi (ayat 1-3) sebagai bukti pemeliharaan-Nya, kini Allah memberikan sebuah kepastian yang fundamental: Kehidupan akhirat jauh lebih mulia dan lebih baik daripada kehidupan duniawi yang sementara.
Ketika ayat ini diturunkan, Nabi Muhammad SAW sedang menghadapi tekanan psikologis yang luar biasa. Jeda wahyu seringkali diinterpretasikan oleh kaum musyrikin Makkah sebagai tanda bahwa Allah telah meninggalkan beliau. Dalam kondisi ini, janji tentang "yang kemudian" (Al-Akhirah) menjadi fondasi keteguhan iman.
Kata 'akhirah' (الْآخِرَةُ) merujuk pada kehidupan setelah kematian, hari kiamat, dan tempat kembali abadi, yaitu surga. Sementara 'ula' (الْأُولَىٰ) merujuk pada kehidupan dunia yang sedang dijalani. Penekanan kata 'khairun' (خَيْرٌ - lebih baik) tidak hanya mengindikasikan kualitas yang superior, tetapi juga kemenangan akhir atas segala kesulitan dan pengorbanan yang telah ditanggung di dunia.
Bagi seorang Nabi yang seluruh hidupnya dihabiskan untuk berjuang di jalan Allah, janji ini bukan sekadar hiburan, melainkan penegasan bahwa segala bentuk penolakan, cacian, dan perjuangan fisik yang dialaminya akan dibayar tuntas dengan kemuliaan yang tak terhingga.
Meskipun ditujukan secara langsung kepada Nabi SAW, pesan dalam **Ad Dhuha ayat 4** memiliki relevansi universal bagi setiap mukmin. Ayat ini mengajarkan kita untuk menanamkan perspektif jangka panjang dalam menghadapi tantangan hidup. Dunia, dengan segala kemegahan dan kesulitannya, hanyalah ladang ujian yang singkat.
Pertama, ayat ini mendorong kita untuk tidak terlalu terikat pada kenikmatan duniawi yang fana. Ketika kita menghadapi kegagalan materi, kehilangan harta, atau kesulitan sosial, mengingat bahwa 'yang kemudian lebih baik' membantu menstabilkan emosi dan menjaga prioritas kita tetap pada ketaatan kepada Allah. Kesuksesan sejati bukanlah akumulasi kekayaan di bumi, melainkan bekal yang dibawa menuju keabadian.
Kedua, ayat ini memberikan motivasi besar untuk beramal shaleh tanpa mengharapkan imbalan instan di dunia. Seorang mukmin sejati berjuang keras dalam ibadah, dakwah, dan muamalah karena ia yakin bahwa setiap tetes keringat dan kesabaran akan tercatat dan diberi balasan berlipat ganda di sisi Allah SWT.
Jika kita membaca Surah Ad Dhuha secara keseluruhan, kita akan melihat alur logis yang sempurna. Dimulai dari sumpah (1-2), penegasan pemeliharaan (3), janji kebaikan akhirat (4), hingga janji rezeki dan keridhaan di masa kini (5-8).
Ayat 4 berfungsi sebagai jembatan antara penghiburan masa kini (Allah tidak meninggalkanmu) dan kepastian masa depan (Kamu akan diridhai). Allah tidak hanya menjamin bahwa kesulitan saat ini akan berakhir, tetapi Dia juga menjamin bahwa hasil akhir dari kesabaran itu jauh melampaui apa pun yang bisa dibayangkan oleh pikiran manusia.
Memahami dan meresapi **Ad Dhuha ayat 4** adalah kunci untuk menjalani hidup dengan ketenangan. Ia mengajarkan bahwa penderitaan di dunia ini bersifat relatif dan temporal. Selama kita menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta dan beramal sesuai tuntunan-Nya, kita sedang berinvestasi pada aset yang nilainya tak terhingga. Dunia boleh memberikan kesedihan, namun Allah telah menjanjikan kebahagiaan yang kekal dan sempurna di akhirat nanti. Janji ini adalah sumber kekuatan yang tak pernah kering bagi jiwa yang beriman.