Salat Dhuha adalah ibadah sunnah muakkad yang dikerjakan pada pagi hari setelah matahari terbit hingga menjelang waktu Zuhur. Dalam tradisi keilmuan Islam, jumlah rakaat maksimal yang sering dibahas adalah delapan rakaat. Namun, pembahasan mengenai praktik sempurna yang mencapai **Ad Dhuha 11** rakaat seringkali merujuk pada pemahaman mendalam mengenai keutamaan waktu dan tingkat kesungguhan seorang hamba dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Meskipun landasan utama salat Dhuha adalah minimal dua rakaat, melakukan lebih banyak rakaat, hingga batas yang dianjurkan (seperti empat, enam, atau delapan rakaat), menunjukkan semangat yang lebih tinggi dalam meraih limpahan rahmat dan rezeki dari Sang Khalik. Angka sebelas, dalam konteks ini, bisa dipandang sebagai puncak keikhlasan dalam memaksimalkan durasi waktu Dhuha yang terbatas.
Waktu pelaksanaan adalah kunci utama dalam salat Dhuha. Ia dimulai ketika matahari telah terbit sempurna (sekitar 15-20 menit setelah syuruq) dan berakhir ketika bayangan matahari mulai memendek menjelang Zuhur. Periode ini dikenal sebagai waktu di mana Allah SWT menurunkan berkah rezeki dan membuka pintu-pintu kemudahan. Melakukan salat di awal waktu menunjukkan ketelitian dan penghormatan terhadap batasan waktu yang telah ditetapkan.
Apabila seorang muslim memilih untuk menunaikan sebelas rakaat Dhuha, fokus utamanya seharusnya bukan pada jumlah, melainkan pada kualitas shalat dan keikhlasan niat. Setiap rakaat adalah kesempatan untuk memohon ampunan dan memohon kelapangan rezeki, sebagaimana janji Rasulullah SAW bahwa siapa yang menjaga salat Dhuha, dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.
Keutamaan salat Dhuha sangat luas, mencakup aspek duniawi dan ukhrawi. Dari sisi duniawi, ia dikenal sebagai penarik rezeki yang halal dan berkah. Dari sisi ukhrawi, ia menjadi penambah timbangan amal kebaikan, mendatangkan ketenangan jiwa, dan menjadi saksi atas ketaatan kita di hadapan Allah.
Melaksanakan sebelas rakaat, meskipun tidak ada hadis sahih spesifik yang menetapkan angka sebelas sebagai batas maksimal yang utama, dapat diinterpretasikan sebagai peneladanan terhadap semangat sahabat Nabi yang senantiasa berupaya melebihi batas minimum dalam beribadah. Mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Melaksanakan 11 rakaat (misalnya lima kali salam dengan dua rakaat, dan satu salam dengan satu rakaat, atau cara lain yang memungkinkan) berarti memanfaatkan waktu Dhuha secara maksimal.
Memulai hari dengan ibadah yang panjang seperti sebelas rakaat Dhuha memberikan fondasi spiritual yang kuat. Pikiran menjadi lebih jernih, hati menjadi lebih tenang, dan rasa syukur atas nikmat pagi hari semakin mendalam. Rasa ketergantungan penuh kepada Allah sebelum disibukkan oleh urusan duniawi adalah esensi dari ibadah sunnah ini.
Doa setelah salat Dhuha memiliki keistimewaan tersendiri, khususnya doa yang memohon kekayaan hati dan kemudahan rezeki. Dengan menunaikan rakaat yang lebih banyak, seorang hamba seolah-olah sedang "menghadap" Allah dengan pembawaan yang lebih khusyuk dan memohon dengan kerendahan hati yang lebih besar, berharap kemuliaan Dhuha menyertai seluruh aktivitasnya hingga sore hari.
Penting untuk diingat, dalam syariat Islam, konsistensi dalam amalan yang lebih ringan (seperti dua atau empat rakaat) jauh lebih dicintai oleh Allah daripada amalan berat yang hanya dilakukan sesekali. Namun, bagi mereka yang mampu dan memiliki waktu luang di pagi hari, upaya untuk mencapai tingkat kesempurnaan pelaksanaan, yang bisa mencakup angka seperti 11 rakaat, adalah bentuk jihad an-nafs (perjuangan melawan hawa nafsu) untuk meraih keutamaan yang lebih besar.
Pada akhirnya, rahasia **Ad Dhuha 11** adalah simbol dari totalitas pengabdian di pagi hari. Ini adalah komitmen penuh seorang hamba untuk membersihkan jiwanya dan memohon rezeki sebelum dunia mulai menuntut perhatiannya. Keutamaan ini adalah hadiah bagi mereka yang mau bangun dari nyenyaknya tidur demi bersujud kepada Sang Pemberi Karunia.