Visualisasi metaforis dari pasukan burung yang membawa batu.
Kisah Ashabul Fil, atau kaum bergajah, adalah salah satu narasi paling memukau dalam sejarah Islam yang dicatat secara khusus dalam Al-Qur'an. Surat Al-Fil, yang berarti "Gajah," merupakan pembuka Juz Amma dan menceritakan upaya Raja Yaman, Abrahah bin Ash-Shabah, untuk menghancurkan Ka'bah di Mekkah. Tujuan Abrahah jelas: mengalihkan pusat ibadah bangsa Arab dari Ka'bah ke katedral megah yang ia bangun di Yaman.
Ketika pasukan besar Abrahah, lengkap dengan gajah yang sangat besar—simbol kekuatan militer tak tertandingi pada masa itu—mendekati Mekkah, penduduk setempat merasa tak berdaya. Namun, Allah SWT telah menjanjikan perlindungan bagi rumah-Nya. Di tengah keputusasaan itu, datanglah pertolongan yang tak terduga dari langit.
Ayat keempat dari surat ini adalah inti dari keajaiban yang terjadi. Ayat ini secara ringkas namun tegas menjelaskan mekanisme hukuman ilahi tersebut. Berikut adalah teks Arab beserta terjemahannya:
Kata kunci dalam ayat ini adalah "hijāratan min sijjīl" (بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ). Kata hijāratan berarti batu-batu. Namun, deskripsi "min sijjīl" memberikan dimensi yang luar biasa kuat pada kejadian ini. Para mufassir (ahli tafsir) sepakat bahwa sijjīl merujuk pada tanah liat yang telah dibakar dan mengeras, atau batu yang sangat keras dan panas.
Bayangkan serangan yang datang bukan berupa panah atau pedang, melainkan hujan batu panas yang menghantam tentara Abrahah. Batu-batu ini, yang dilemparkan oleh burung-burung kecil yang disebut Ababil (yang datang berbondong-bondong dalam kelompok-kelompok terpisah), menghancurkan pasukan tersebut hingga tak bersisa, mengubah mereka menjadi seperti daun-daun yang dimakan ulat.
Ayat ini mengajarkan kita beberapa pelajaran mendalam. Pertama, tentang kekuatan pertolongan Allah. Ketika manusia merasa lemah dan menghadapi musuh yang jauh lebih besar secara materi, pertolongan Allah bisa datang dari mana saja, bahkan melalui makhluk terkecil seperti burung. Kedua, tentang sifat kehancuran yang ditimpakan pada mereka yang berbuat zalim dan sombong, terutama ketika mereka menargetkan kesucian tempat ibadah milik-Nya.
Kisah Al-Fil bukan sekadar dongeng sejarah; ia adalah penegasan janji Allah untuk menjaga agama-Nya. Ayat 4 ini menjadi klimaks dari narasi tersebut, menunjukkan bagaimana mekanisme pertahanan Allah bekerja. Batu-batu yang dilemparkan itu bertindak sebagai proyektil yang sangat efektif, menghancurkan fisik pasukan, sekaligus mengirimkan pesan psikologis yang mengerikan kepada siapa pun yang berniat buruk terhadap Mekkah.
Keajaiban ini terjadi sebelum turunnya wahyu Al-Qur'an secara utuh, dan peristiwa ini begitu monumental sehingga bangsa Arab saat itu, bahkan yang belum memeluk Islam, menjadikannya patokan penanggalan (tahun Gajah). Hal ini menegaskan betapa nyata dan besar mukjizat yang disaksikan langsung oleh banyak orang pada waktu itu.
Dengan memahami ayat 4 Surat Al-Fil, kita diingatkan bahwa kekuasaan absolut berada di tangan Allah. Tidak ada rencana manusia, sekuat dan sebesar apa pun, yang mampu menandingi kehendak-Nya ketika Ia memutuskan untuk melindungi apa yang Ia kehendaki. Pasukan bergajah yang perkasa itu luluh lantak hanya karena lemparan batu kecil yang diperintahkan langsung dari sisi Ilahi. Ini adalah bukti nyata bahwa iman dan kepercayaan penuh kepada Allah jauh lebih kuat daripada persenjataan duniawi mana pun.
Oleh karena itu, setiap kali kita membaca atau merenungkan, "(Yang) melempari mereka dengan batu dari tanah yang keras (terbakar)," kita diingatkan untuk selalu teguh dalam prinsip dan tidak gentar menghadapi tantangan, sebab Allah adalah sebaik-baiknya pelindung.