Pertanyaan spesifik mengenai "tuliskan Surat Al Fil ayat 2" mengarahkan kita langsung pada inti kisah heroik yang diceritakan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an. Surat Al-Fil (Gajah) adalah surat ke-105 dalam mushaf, dan seluruh isinya berfokus pada peristiwa mukjizat yang melindungi Baitullah (Ka'bah) dari kehancuran.
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?" (QS. Al-Fil: 2)
Ayat kedua ini berfungsi sebagai pertanyaan retoris yang menguatkan mukjizat yang disebutkan pada ayat pertama. Ayat pertama (Ayat 1) bertanya, "Tidakkah kamu (Muhammad) telah memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah mengurus (pembinasaan) para pemilik gajah?" Ayat kedua kemudian melanjutkan dengan penekanan: "Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia?"
Kata kunci dalam ayat ini adalah "kaydahum" (tipu daya mereka) dan "tadlil" (sia-sia/tersesat). Tipu daya yang dimaksud adalah rencana keji yang dibawa oleh Abrahah, penguasa Yaman dari bangsa Habasyah (Ethiopia). Abrahah membangun gereja besar yang megah di Yaman, bertujuan untuk mengalihkan fokus ibadah orang Arab dari Ka'bah di Mekkah ke gerejanya. Ketika usaha persuasifnya gagal, didorong oleh kecemburuan dan ambisi politik keagamaan, ia memutuskan untuk menghancurkan Ka'bah.
Penyebutan bahwa tipu daya mereka dijadikan sia-sia menegaskan kekuasaan mutlak Allah. Abrahah datang dengan pasukan besar yang dilengkapi dengan gajah, hewan perang yang paling menakutkan pada masa itu. Pasukan ini dipandang sebagai kekuatan tak terhentikan yang mampu meratakan bangunan batu sekecil Ka'bah. Namun, Allah tidak perlu mengirimkan pasukan sebanding.
Kehancuran rencana Abrahah mengajarkan prinsip fundamental dalam Islam: betapapun besar perencanaan manusia, jika bertentangan dengan kehendak Allah, ia pasti akan gagal total. Ayat ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pelajaran teologis tentang kesia-siaan kesombongan dan kekuatan material yang tanpa dukungan ilahi. Kekuatan yang dimiliki Abrahah (gajah, senjata, jumlah pasukan) ternyata tidak berdaya di hadapan burung-burung kecil yang membawa batu panas.
Bagi Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang saat itu masih lemah dan baru memulai dakwah di Mekkah, kisah ini adalah suntikan moral yang luar biasa. Peristiwa ini terjadi sesaat sebelum kelahiran Nabi, namun Allah menjadikannya sebagai bukti nyata perlindungan-Nya terhadap tempat suci pertama di bumi. Ini menggarisbawahi bahwa Allah menjaga agama-Nya dan tempat ibadah utama-Nya dari upaya penghancuran, meskipun dari musuh yang tampak sangat superior.
Ayat kedua ini menyoroti bagaimana tipu daya (kayd) yang direncanakan dengan matang justru berbalik menjadi kehancuran bagi pelakunya. Kata "tadlil" menyiratkan bahwa upaya mereka tidak hanya gagal mencapai tujuan, tetapi juga tersesat dari jalan yang benar dan berakhir dalam kerugian total. Mereka datang untuk menghancurkan pusat tauhid, tetapi akhirnya pasukan mereka sendiri dihancurkan, dan nama Abrahah tercatat dalam sejarah sebagai orang yang gagal total dalam upayanya melawan kehendak ilahi di tanah Haram. Kisah ini memperkuat keyakinan bahwa pertolongan Allah pasti datang bagi mereka yang menaati-Nya, bahkan ketika pertolongan itu datang dalam bentuk yang tidak terduga.
Melalui penelusuran terhadap **tuliskan Surat Al Fil ayat 2**, kita memahami bahwa Allah adalah penjaga Ka'bah dan bahwa setiap rencana jahat yang ditujukan untuk merusak ajaran tauhid pasti akan dikembalikan kegagalannya kepada pelakunya sendiri. Peristiwa ini menjadi salah satu mukjizat yang diceritakan untuk menguatkan hati kaum mukminin di masa-masa sulit.