Surat Al-Qadr, atau Surah Al-Qadr (Kemuliaan), adalah salah satu surat pendek namun memiliki bobot teologis yang sangat besar dalam Islam. Surat ini terdiri dari lima ayat yang menjelaskan keagungan malam Lailatul Qadar, malam di mana Al-Qur'an pertama kali diturunkan. Memahami terjemahan setiap ayat, terutama ayat penutupnya, memberikan perspektif mendalam mengenai kedamaian dan berkah yang melimpah pada malam istimewa tersebut.
سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ
(Ayat 5): "Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar."
Ayat kelima ini merupakan puncak dari penjelasan mengenai keistimewaan Lailatul Qadar. Setelah Allah SWT menyatakan bahwa malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan (Ayat 3) dan menjelaskan turunnya para malaikat bersama Ruh (Jibril) (Ayat 4), ayat ini memberikan kesimpulan tentang atmosfer yang menyelimuti malam tersebut: "Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar." Kata kunci di sini adalah "salam" (kesejahteraan, kedamaian, atau keselamatan).
Terjemahan dari frasa "Salāmun hiya" ini memiliki beberapa dimensi interpretasi yang kaya dalam tafsir, semuanya mengarah pada konsep keamanan, rahmat, dan ketenangan total.
Mayoritas ulama menafsirkan kata "salam" sebagai kedamaian yang turun dari Allah SWT. Pada malam Lailatul Qadar, tidak ada lagi kegelisahan, ketakutan, atau kekhawatiran yang mengganggu hati orang-orang beriman. Kedamaian ini adalah kedamaian spiritual, di mana hubungan antara hamba dan Tuhannya berada pada titik tertinggi. Ini adalah waktu di mana doa-doa dikabulkan tanpa penghalang, dan rahmat Ilahi tercurah tanpa batas. Bayangkan suasana di mana setiap tarikan napas terasa syahdu dan setiap helaan napas penuh keberkahan.
Ini adalah malam di mana para malaikat yang turun ke bumi membawa ketenangan. Mereka tidak membawa kabar buruk, melainkan memastikan bahwa atmosfer duniawi diliputi oleh atmosfer surgawi. Bahkan, ada riwayat yang menyebutkan bahwa para malaikat saling mengucapkan salam satu sama lain, dan kepada orang-orang yang sedang beribadah.
Kesejahteraan ini tidak berlangsung abadi, melainkan terbatas oleh batas waktu alamiah yang telah ditetapkan Allah SWT: "hingga terbit fajar" (hattā matla'il fajr). Fajar menandai berakhirnya malam dan dimulainya waktu shalat Subuh.
Fokus pada terjemahan surat Al-Qadr ayat 5 adalah untuk menggarisbawahi bahwa nilai sejati Lailatul Qadar bukanlah hanya dalam kemuliaan peristiwa penurunan Al-Qur'an, melainkan dalam dampak praktisnya terhadap kehidupan seorang mukmin. Ketika Allah menjanjikan "salam," Dia menjanjikan pembersihan jiwa dari keraguan dan kegelisahan duniawi.
Bagi umat Muslim, malam ini adalah kesempatan untuk menukar kegelisahan hidup (yang seringkali melebihi seribu bulan kesibukan biasa) dengan ketenangan yang nilainya jauh melampaui waktu itu sendiri. Ini adalah refleksi dari janji Allah: jika kita berjuang mencari kemuliaan-Nya di malam yang penuh berkah ini, Dia akan membalasnya dengan kedamaian yang menyelimuti kita dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar.
Keseluruhan lima ayat Al-Qadr bekerja secara sinergis:
Oleh karena itu, ketika kita merenungkan terjemahan Surat Al-Qadr ayat 5, kita diingatkan untuk mencari malam itu dengan hati yang penuh harapan, bukan dengan rasa takut atau tergesa-gesa. Mencari malam Lailatul Qadar adalah mencari ketenangan hakiki yang dijanjikan Allah bagi hamba-Nya yang teguh berdiri dalam ibadah, sampai cahaya fajar yang baru menandai dimulainya hari baru yang mungkin membawa berkah yang sama jika kita tetap menjaganya.
Memahami ayat ini secara mendalam memotivasi kita untuk melakukan qiyamul lail (shalat malam) dengan penuh penghayatan, menyadari bahwa setiap saat yang kita lewati dalam ketaatan pada malam itu adalah investasi dalam kedamaian abadi kita.