Surat Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, menyimpan kisah-kisah penuh pelajaran tentang ujian keimanan, kesabaran, dan hakikat ilmu. Ayat 60 hingga 82 secara spesifik menceritakan perjalanan Nabi Musa AS bersama seorang hamba Allah yang bijaksana (sering diidentifikasi sebagai Nabi Khidir AS). Perjalanan ini adalah pelajaran agung tentang batas pengetahuan manusia versus pengetahuan Tuhan.
Ayat-ayat pembuka bagian ini menegaskan bahwa Musa AS, meskipun seorang Nabi besar, harus mencari ilmu lebih lanjut. Ia diingatkan bahwa pencarian ilmu tidak berhenti pada level yang ia capai saat itu. Ini adalah pengingat kuat bahwa kerendahan hati intelektual adalah kunci untuk menerima hikmah yang lebih tinggi.
Kisah berlanjut dengan hilangnya ikan (sebagai petunjuk) setelah mereka lupa. Ketika Musa merasa lelah dan meminta makanan, Khidir (atau hamba bijaksana tersebut) mengingatkan Musa bahwa saat kehilangan ikan itulah momen di mana mereka seharusnya menyadari petunjuk pertama telah muncul. Kelalaian manusiawi Musa menunjukkan bahwa bahkan para Nabi pun bisa melupakan hal-hal kecil dalam urusan mencari hikmah, membutuhkan pengingat.
Setelah pertemuan kembali, mereka melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan pemuda saleh yang kemudian melakukan tindakan yang tampaknya kejam: merusak perahu yang membawa mereka. Musa sangat terkejut dan memprotes tindakan tersebut, karena ia melihatnya sebagai kejahatan tanpa alasan yang jelas.
Di sini terungkap pelajaran penting: Tindakan yang tampak buruk di mata manusia mungkin menyembunyikan kebaikan yang lebih besar dari perspektif Ilahi. Khidir menjelaskan bahwa ia merusak perahu tersebut agar tidak dirampas oleh raja zalim yang mengambil setiap perahu bagus tanpa cacat.
Perjalanan kedua menguji kesabaran Musa lebih jauh ketika mereka bertemu dengan sebuah desa dan meminta makanan, namun penduduknya menolak. Di sana, Khidir menemukan tembok yang hampir roboh dan atas inisiatifnya sendiri, ia membangunnya kembali menjadi kokoh. Musa kembali memprotes karena mereka tidak mendapatkan imbalan atas kerja keras itu.
Puncak pelajaran terjadi ketika Khidir akhirnya memberikan "ta'wil" (penjelasan mendalam) atas semua tindakannya:
Ayat 82 menutup kisah dengan penegasan fundamental:
Kisah Musa dan Khidir adalah metafora mendalam bagi kita. Ia mengajarkan bahwa ada kebijaksanaan yang tersembunyi di balik setiap peristiwa, bahkan yang tampak menyakitkan atau tidak adil. Kesabaran (Shabr) bukan sekadar diam menunggu, tetapi menahan diri dari menghakimi sebelum seluruh konteks—yang hanya diketahui Allah—terungkap sepenuhnya. Pemahaman bahwa ilmu manusia terbatas dan bahwa rahmat Allah sering bekerja melalui cara-cara yang tidak terduga adalah inti dari pelajaran di ayat-ayat mulia Al-Kahfi ini.