Tafsir Surat Al-Qadr oleh Ibnu Katsir

Simbol Malam Lailatul Qadar Representasi visual bulan purnama di langit malam yang dipenuhi bintang, melambangkan kemuliaan Lailatul Qadar.

Surat Al-Qadr, yang terdiri dari lima ayat pendek dalam Al-Qur'an, memiliki kedudukan yang sangat istimewa di hati umat Islam. Surat ini secara langsung menjelaskan tentang Malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan. Untuk memahami kedalaman maknanya, rujukan kepada para mufassir besar seperti Imam Ibnu Katsir sangatlah penting.

Konteks dan Keagungan Surat Al-Qadr

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur'anul 'Azim, menempatkan Surat Al-Qadr (Surah ke-97) sebagai penjelas utama mengenai turunnya Al-Qur'an. Ia memulai penjelasannya dengan mengutip ayat-ayat tersebut:

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلِعِ الْفَجْرِ (5)

Menurut Ibnu Katsir, penekanan pada "Kami telah menurunkannya" (إِنَّا أَنزَلْنَاهُ) mengacu pada permulaan penurunan Al-Qur'an secara keseluruhan kepada Nabi Muhammad SAW, yang terjadi pada malam tersebut. Meskipun Al-Qur'an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam di mana Allah menurunkan Al-Qur'an dari Lauhul Mahfuzh ke langit dunia (sama'id dunya).

Penjelasan Ayat per Ayat Menurut Ibnu Katsir

Ayat 1 & 2: Penetapan Waktu Penurunan

Ibnu Katsir menekankan bahwa Allah SWT menggunakan kata "Kami" (إِنَّا) untuk menunjukkan keagungan Zat yang menurunkan kitab suci tersebut. Kemudian, ayat kedua, "Tahukah kamu apakah Malam Al-Qadar itu?" (وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ), berfungsi untuk menimbulkan rasa takjub dan mengarahkan perhatian penuh pendengar pada keutamaan malam tersebut, yang nilainya tidak terbayangkan oleh akal manusia biasa.

Ayat 3: Keutamaan yang Melampaui Batas

Inilah inti dari kemuliaan malam tersebut: "Malam Al-Qadar itu lebih baik dari seribu bulan" (لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ). Ibnu Katsir mengutip berbagai riwayat yang menjelaskan bahwa seribu bulan setara dengan sekitar 83 tahun. Jika seseorang beribadah pada malam ini dengan keikhlasan, pahalanya melampaui ibadah sepanjang usia yang panjang tanpa adanya malam tersebut. Ini adalah anugerah rahmat Allah yang luar biasa bagi umat Nabi Muhammad SAW.

Ayat 4: Turunnya Malaikat dan Ruh

Ayat ini, "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhan mereka membawa setiap urusan" (تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ), menurut Ibnu Katsir, menunjukkan tingginya penghormatan yang diberikan Allah kepada malam itu. Malaikat turun ke bumi dalam jumlah yang sangat banyak, dipimpin oleh Ruhul Amin (Jibril AS). Mereka turun membawa rahmat, keberkahan, dan menetapkan segala ketetapan (takdir) untuk tahun berikutnya berdasarkan ilmu dan perintah Allah SWT.

Ayat 5: Kedamaian Hingga Terbit Fajar

Ayat terakhir menegaskan, "Malam itu penuh kedamaian (keselamatan) hingga terbit fajar" (سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلِعِ الْفَجْرِ). Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kedamaian ini mengandung makna bahwa malam itu dipenuhi dengan ketenangan, tidak ada keburukan, gangguan, atau bala bencana yang diturunkan. Para malaikat yang turun mendoakan keselamatan bagi hamba-hamba Allah yang taat beribadah hingga waktu subuh tiba.

Kesimpulan Tafsir Ibnu Katsir

Secara ringkas, Ibnu Katsir memaparkan bahwa Lailatul Qadar adalah momen puncak penurunan rahmat ilahi dan penetapan takdir tahunan. Keutamaan malam ini bukan hanya karena pahala ibadah yang dilipatgandakan, tetapi juga karena atmosfer kedamaian spiritual yang menyelubungi bumi. Memahami tafsir ini mendorong seorang Muslim untuk bersungguh-sungguh mencari dan menghidupkan malam-malam terakhir di bulan Ramadan, khususnya malam-malam ganjil, karena malam itulah yang mengandung nilai abadi melebihi hitungan waktu duniawi.

🏠 Homepage