Surat Al-Lail (Malam), yang merupakan surat ke-92 dalam urutan mushaf, adalah salah satu surat Makkiyah yang kaya akan makna filosofis dan ajaran moral. Salah satu penafsiran paling otoritatif dan komprehensif mengenai surat ini datang dari ulama besar tafsir, Imam Al-Hafizh Imaduddin Abul Fida’ Ismail bin Katsir (Ibnu Katsir). Dalam kitab tafsirnya yang monumental, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim, Ibnu Katsir menjelaskan ayat demi ayat Surat Al-Lail dengan merujuk pada ayat-ayat lain, hadis-hadis sahih, dan pendapat para sahabat serta tabi'in.
Sumpah Agung di Awal Surat
Surat ini dibuka dengan sumpah-sumpah yang tegas dan agung: "Demi malam apabila telah sunyi (gelap), dan demi siang apabila telah terang benderang." (QS. Al-Lail: 1-2). Menurut Ibnu Katsir, sumpah-sumpah ini menunjukkan betapa pentingnya kedua fenomena alam tersebut sebagai bukti kebesaran Allah SWT dalam mengatur alam semesta.
Ibnu Katsir menafsirkan 'malam apabila telah sunyi' (idza taghsa) sebagai malam yang menyelimuti segalanya dengan kegelapannya. Sementara 'siang apabila telah terang benderang' (wa idza tajalla) merujuk pada saat matahari terbit sepenuhnya, menghilangkan kegelapan malam. Allah SWT bersumpah dengan ciptaan-Nya untuk menegaskan bahwa tujuan utama surat ini adalah untuk memotivasi manusia agar beramal saleh, karena pertanggungjawaban amal akan datang.
Keterkaitan Amal dan Hasil Akhirat
Inti dari tafsir Ibnu Katsir pada ayat-ayat selanjutnya adalah penekanan bahwa perbedaan nasib manusia di akhirat sangat bergantung pada sikap dan perbuatan mereka di dunia, terutama terkait dengan infak dan ketakwaan.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan adanya keragaman jalan yang ditempuh manusia. Ada yang menempuh jalan kebaikan (iman, sedekah, takwa), dan ada pula yang menempuh jalan kesesatan (kikir, menolak kebenaran). Keberagaman 'usaha' (masaa’i) ini akan membuahkan hasil yang berbeda pula di Hari Kiamat.
Dua Tipe Manusia: Dermawan vs. Kikir
Ibnu Katsir menggarisbawahi pembedaan tajam antara dua tipe manusia berdasarkan respons mereka terhadap kekayaan dan perintah Allah:
- Orang yang Berinfak dan Bertakwa: Mereka yang menginfakkan hartanya di jalan kebaikan (fa anfaqa) dan membenarkan kebenaran (wa saddaqa bil husna, yaitu membenarkan janji Allah tentang pahala dan hari akhir). Menurut tafsir Ibnu Katsir, orang jenis ini akan dimudahkan jalannya menuju kemudahan (surga). Allah akan memberinya kemudahan untuk melakukan amal ketaatan.
- Orang yang Kikir dan Mendustakan: Mereka yang kikir (wa ammaka) dan mendustakan pahala terbaik (wa kadhdhaba bil husna). Orang ini akan dimudahkan jalannya menuju kesulitan (neraka). Kekikirannya di dunia menghalanginya untuk mendapatkan kemudahan di akhirat.
Penjelasan Ibnu Katsir sangat menekankan bahwa amal kikir bukanlah sekadar tidak memberi, tetapi juga disertai dengan pendustaan terhadap hari pembalasan, yang merupakan bentuk kekufuran terhadap janji Allah.
Harta Tidak Menyelamatkan di Akhirat
Ibnu Katsir kemudian mengutip ayat 11-12 yang menjelaskan bahwa harta kekayaan tidak akan berguna ketika azab menimpa: "Dan hartanya tidak akan memberi manfaat kepadanya apabila ia telah binasa."
Dalam konteks ini, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa 'binasa' merujuk pada kematian atau azab di akhirat. Harta yang dikumpulkan dan disembunyikan oleh orang kikir tidak akan bisa membeli jalan keluar dari api neraka. Ini adalah peringatan keras terhadap orientasi hidup yang hanya mengejar materi duniawi semata, tanpa memikirkan bekal akhirat.
Kewajiban Atas Allah
Surat ditutup dengan penegasan bahwa tugas Allah SWT hanyalah memberikan petunjuk: "Sesungguhnya tugas Kamilah (menerangkan) jalan yang benar." (QS. Al-Lail: 12).
Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menegaskan bahwa Allah telah menyediakan jalan petunjuk (Al-Qur'an dan para Rasul). Namun, pilihan untuk menempuh jalan tersebut—apakah jalan kemudahan menuju surga atau jalan kesulitan menuju neraka—sepenuhnya berada di tangan hamba-Nya melalui ikhtiar mereka. Tafsir ini menyimpulkan bahwa Surat Al-Lail adalah manifesto tentang tanggung jawab individu dalam menentukan nasib akhiratnya melalui amal nyata saat ini.