Surat Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, menyimpan kisah-kisah penuh hikmah yang menjadi penerang bagi umat Islam dalam menghadapi ujian dan godaan dunia. Salah satu bagian paling ikonik dari surat ini adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua), yang diceritakan mulai dari ayat 9 hingga ayat 26. Bagian ayat 11 hingga 20 secara spesifik menggambarkan kondisi mereka saat memasuki gua dan keputusan Allah atas perlindungan mereka.
Pada ayat 11, Allah SWT menjelaskan bahwa Dia menidurkan mereka di dalam gua selama waktu yang sangat lama, yaitu "beberapa ratus tahun." Tujuan dari tidur panjang ini adalah sebagai pelajaran dan mukjizat.
Tindakan menutup pendengaran ini menunjukkan betapa dalamnya tidur yang diberikan Allah kepada mereka. Ini adalah intervensi ilahi yang memastikan mereka terhindar dari gangguan luar dan tekanan psikologis selama masa perlindungan tersebut. Setelah periode waktu yang panjang berlalu, Allah membangunkan mereka kembali (Ayat 12).
Ayat 12 memberikan tujuan ganda dari pembangunan kembali mereka: pertama, sebagai penegasan rahmat Allah; dan kedua, sebagai bukti perbandingan dan pelajaran bagi mereka yang meragukan kebangkitan dan kuasa Allah (terutama bagi kaum musyrik Mekah yang meragukan janji Nabi Muhammad SAW tentang hari kebangkitan).
Ketika terbangun, para pemuda itu saling bertanya mengenai berapa lama mereka telah tidur. Mereka merasa seolah-olah baru tidur sebentar (Ayat 19). Kebingungan ini wajar, mengingat durasi tidur yang luar biasa.
Inilah titik balik penting. Meskipun diliputi kebingungan waktu, mereka tidak berdebat panjang. Mereka segera menyerahkan pengetahuan tentang durasi waktu kepada Allah, menunjukkan tingginya tauhid dan keimanan mereka. Mereka sadar bahwa batasan perhitungan manusia tidak relevan dibandingkan dengan pengetahuan mutlak Sang Pencipta.
Setelah sepakat, mereka menyadari bahwa mereka harus bersembunyi dari kaum mereka yang menyembah berhala. Rasa takut akan kembali tertangkap atau dipaksa murtad mendorong mereka untuk mengambil keputusan berani (Ayat 17).
Ayat 17 ini adalah deskripsi keajaiban fisik yang melindungi mereka. Posisi matahari yang selalu menjauh dari mulut gua adalah tanda pemeliharaan Allah. Panas terik tidak mencapai mereka, dan cahaya yang masuk pun sejuk dan terfilter, menjaga mereka tetap dalam kondisi tersembunyi dan nyaman.
Setelah menyadari bahwa waktu telah berlalu sangat lama dan kota mereka kemungkinan besar telah berubah, para pemuda itu memutuskan untuk mengirim salah satu dari mereka kembali ke kota untuk membeli makanan. Mereka berhati-hati agar tidak menarik perhatian (Ayat 19).
Ayat 19 menutup rangkaian peristiwa awal dengan penegasan tauhid. Keajaiban yang mereka alami adalah bukti nyata kebesaran Allah. Siapa pun yang Allah kehendaki mendapat petunjuk, ia akan mendapatkannya, dan tidak ada yang bisa menolong orang yang telah Allah sesatkan.
Lalu, pada ayat 20, mereka bersepakat mengenai langkah selanjutnya: jika penduduk kota masih menyembah berhala, mereka harus tetap bersembunyi. Jika kota telah beriman, barulah mereka boleh menunjukkan diri.
Tafsir ayat 11-20 ini memberikan pelajaran fundamental tentang pentingnya bertawakkal penuh kepada Allah di tengah ketidakpastian. Pemuda Ashabul Kahfi memilih iman daripada kenyamanan duniawi, dan Allah membalasnya dengan perlindungan yang melampaui akal sehat manusia, membuktikan bahwa janji kebangkitan dan pertolongan-Nya adalah kebenaran yang mutlak.