Tafsir Jalalain Surat Al-Lail

Penjelasan Singkat Mengenai Makna Surat ke-92 Al-Qur'an

Ilustrasi Malam dan Siang Sumpah Allah Atas Kontras Kehidupan

Surat Al-Lail (Malam) adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 21 ayat. Surat ini tergolong Makkiyah dan terkenal karena pembukaan ayatnya yang menggunakan sumpah Allah SWT atas fenomena alam yang kontras, yaitu malam ketika ia gelap gulita dan siang ketika ia terang benderang. Tafsir Jalalain, yang merupakan tafsir ringkas hasil karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli, memberikan penafsiran yang padat dan lugas terhadap makna-makna yang terkandung dalam surat ini.

Sumpah dan Perbedaan Usaha Manusia

Pembukaan surat ini menegaskan otoritas dan kebesaran Allah melalui sumpah-Nya:

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ (1) وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ (2)
Tafsir Jalalain: Demi malam apabila menutupi (dengan kegelapannya), dan demi siang apabila terang benderang. Jalalain menjelaskan bahwa sumpah ini untuk menunjukkan keagungan Allah yang menciptakan perbedaan waktu tersebut, yang mana keduanya memiliki fungsi penting bagi makhluk-Nya.

Setelah bersumpah atas kontras malam dan siang, pembahasan beralih pada inti persoalan manusia, yaitu perbedaan dalam usaha mencari keridhaan Allah. Tidak semua orang menempuh jalan yang sama dalam pengabdian:

وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلْأُنثَىٰ (3) إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ (4)
Tafsir Jalalain: Dan demi (Allah) yang menciptakan laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu (wahai manusia) itu pasti berbeda-beda. Ada yang berusaha untuk ketaatan dan ada yang berusaha untuk maksiat. Perbedaan inilah yang akan menentukan balasan akhir mereka.

Tiga Tipe Usaha Manusia

Tafsir Jalalain menggarisbawahi bahwa usaha (sa'i) manusia terbagi menjadi tiga kategori utama yang dijelaskan dalam ayat-ayat berikutnya. Kategori ini menentukan bagaimana seseorang akan menghadapi kehidupan dan kematiannya.

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَٱتَّقَىٰ (5) وَصَدَّقَ بِٱلْحُسْنَىٰ (6) فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْيُسْرَىٰ (7)
Tafsir Jalalain: Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa (kepada Allah), serta membenarkan adanya balasan terbaik (surga), maka Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kemudahan (yaitu amal saleh dan surga).

Golongan pertama adalah mereka yang dermawan dan bertakwa. Mereka tidak menahan hartanya untuk keperluan ibadah dan menaati perintah Allah. Imbalannya adalah kemudahan dalam menjalankan kebaikan di dunia dan kemudahan menuju surga di akhirat.

Sebaliknya, golongan kedua adalah mereka yang kikir dan menolak kebenaran:

وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغْنَىٰ (8) وَكَذَّبَ بِٱلْحُسْنَىٰ (9) فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلْعُسْرَىٰ (10)
Tafsir Jalalain: Dan adapun orang yang bakhil (kikir) dan merasa dirinya cukup (tidak membutuhkan pertolongan Allah), serta mendustakan balasan terbaik (surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan menuju kesulitan (yaitu amal maksiat dan neraka).

Kekikiran dan kesombongan seringkali berjalan beriringan. Mereka yang merasa "cukup" dengan hartanya cenderung menolak kebenaran yang dibawa oleh wahyu, dan akibatnya, jalan mereka dipermudah menuju kesengsaraan.

Kekayaan Setelah Kematian

Ayat selanjutnya membahas tentang kerugian yang dialami orang-orang tersebut, terutama ketika mereka menyadari bahwa kekayaan yang mereka kumpulkan di dunia tidak berguna lagi setelah kematian menjemput.

وَمَا تُغْنِى عَنْهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰ (11) إِنَّ عَلَيْنَا لَلْهُدَىٰ (12) وَإِنَّ لَنَا لَلْءَاخِرَةَ وَٱلْأُولَىٰ (13)
Tafsir Jalalain: Hartanya tidak akan memberi manfaat kepadanya sedikit pun ketika ia telah jatuh (ke dalam jurang neraka). Sesungguhnya kewajiban Kami (Allah) adalah memberikan petunjuk. Dan sesungguhnya milik Kamilah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia.

Jalalain menekankan bahwa kepemilikan duniawi adalah fana. Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang bertanggung jawab atas petunjuk (Huda), dan Dialah Pemilik mutlak baik kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang. Ini adalah peringatan keras bagi mereka yang menjadikan harta sebagai tuhan mereka.

Peringatan dan Motivasi

Surat diakhiri dengan seruan dan peringatan yang bersifat universal. Setiap manusia akan diperingatkan, tetapi hanya sedikit yang mengambil pelajaran.

فَأَنذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّىٰ (14) لَا يَصْلَىٰهَآ إِلَّا ٱلْأَشْقَى (15) ٱلَّذِى كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ (16) وَسَيُجَنَّبُهَا ٱلْأَتْقَى (17) ٱلَّذِى يُؤْتِى مَالَهُۥ يَتَزَكَّىٰ (18) وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُۥ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَىٰ (19) إِلَّ ٱبْتِغَآءَ وَجْهِ رَبِّهِ ٱلْأَعْلَىٰ (20) وَلَسَوْفَ يَرْضَىٰ (21)
Tafsir Jalalain: Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang akan memasukinya kecuali orang yang paling celaka, yaitu orang yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Dan kelak, orang yang paling bertakwa akan dijauhkan daripadanya, yaitu orang yang menginfakkan hartanya dengan menyucikan dirinya (karena mencari keridhaan Allah), dan tidak ada seorang pun yang memberikan kepadanya suatu nikmat yang harus dibalas, melainkan semata-mata mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Dan kelak, ia pasti akan mendapat keridhaan (dari Allah).

Ayat penutup surat ini memberikan janji agung. Mereka yang berinfak bukan karena ingin dibalas pujian atau imbalan dari manusia, melainkan semata-mata mencari keridhaan Allah, dijanjikan balasan tertinggi berupa keridhaan-Nya kelak. Inilah inti dari ajaran sosial dan spiritual yang diringkas secara padat dalam Tafsir Jalalain untuk Surat Al-Lail.

🏠 Homepage