Ilustrasi pemahaman ayat suci.
Surah Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan," adalah inti dari ajaran Islam. Ia adalah satu-satunya surah yang wajib dibaca dalam setiap rakaat salat lima waktu, menjadikannya fondasi utama dalam ibadah seorang Muslim. Keagungannya tidak hanya terletak pada pengulangannya, tetapi juga pada kedalaman maknanya yang mencakup pujian kepada Allah, pengakuan tauhid, permohonan petunjuk, dan penetapan jalan orang-orang yang diridhai-Nya.
Imam Ibnu Katsir, dalam kitab tafsirnya yang monumental, memberikan penekanan mendalam mengenai kedudukan surah ini. Beliau menjelaskan bahwa Al-Fatihah juga disebut sebagai 'Ummul Kitab' (Induk Al-Qur'an) karena memuat ringkasan seluruh makna yang terkandung dalam Al-Qur'an, baik berupa tauhid, syariat, maupun ancaman dan janji.
1. Bismillahirrahmannirrahim (Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Ibnu Katsir memulai penjelasannya dengan menegaskan bahwa basmalah adalah penentu permulaan yang diberkahi. Basmalah berfungsi sebagai kunci pembuka pintu rezeki dan segala kebaikan. Setiap perbuatan baik yang dimulai dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang (Ar-Rahman dan Ar-Rahim) akan mendapatkan barakah dari Allah SWT. Ini adalah pengakuan bahwa segala sesuatu bersumber dari kehendak dan rahmat-Nya.
2. Alhamdulillaahi Rabbil 'Aalamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)
Ayat ini merupakan penetapan bahwa segala bentuk pujian yang sempurna hanya layak ditujukan kepada Allah. Ibnu Katsir menafsirkan "Rabbil 'Aalaimin" sebagai Rabb (Tuhan) bagi segala sesuatuābaik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, yang hidup maupun yang mati. Allah adalah Pencipta, Pemilik, dan Pengatur tunggal bagi seluruh makhluk. Pujian ini bersifat menyeluruh, mencakup semua nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada hamba-Nya.
3. Ar-Rahmaanirrahiim (Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Meskipun rahmat telah disebutkan dalam basmalah, pengulangan sifat ini di awal surah menekankan luasnya kasih sayang Allah. Ibnu Katsir menjelaskan perbedaan tipis namun penting: Ar-Rahman (Maha Pengasih) adalah rahmat-Nya yang umum dan mencakup seluruh makhluk di dunia, baik mukmin maupun kafir. Sementara Ar-Rahim (Maha Penyayang) adalah rahmat khusus yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman kelak di akhirat.
4. Maaliki Yawmid-Diin (Pemilik hari Pembalasan)
Ayat ini menegaskan kedaulatan Allah di hari kiamat, hari di mana tidak ada raja, tidak ada penguasa, kecuali Dia semata. Ibnu Katsir mengutip beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Allah hanya memiliki kekuasaan mutlak pada hari itu, karena di dunia ini, Dia memberikan sebagian kekuasaan kepada raja-raja dan penguasa lainnya sebagai ujian. Pada hari pembalasan, kepemilikan tunggal itu kembali sepenuhnya kepada-Nya.
Setelah memuji dan mengagungkan Allah, mukmin beralih pada permohonan.
5. Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin (Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan)
Ayat ini merupakan inti dari ibadah, menggabungkan pengakuan tauhid 'ubudiyyah (perbudakan) dan tauhid uluhiyyah (keesaan dalam peribadatan) serta tauhid rububiyyah (keesaan dalam pertolongan). Ibnu Katsir menekankan bahwa penyembahan harus murni hanya kepada Allah, dan pertolongan juga harus dimohonkan hanya kepada-Nya, tanpa menyandarkan harapan kepada makhluk.
6. Ihdinas-Shiraathal-Mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus)
Jalan yang lurus (Ash-Shiraathal Mustaqim) diartikan oleh Ibnu Katsir sebagai jalan kebenaran yang ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, yaitu jalan Islam yang sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ini adalah permohonan agar selalu diberi petunjuk yang jelas dan teguh di atasnya.
7. Shiraathal-ladziina an'amta 'alaihim ghairil-maghdhuubi 'alaihim waladh-dhaalliin (Yaitu jalan orang-orang yang Engkau anugerahi nikmat atas mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat)
Ayat penutup ini menjelaskan secara rinci jalan yang lurus tersebut. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kelompok yang dimurkai adalah mereka yang mengetahui kebenaran namun meninggalkannya (seperti Yahudi), sementara kelompok yang sesat adalah mereka yang beribadah tanpa ilmu (seperti Nasrani pada masa itu). Dengan demikian, Al-Fatihah mengajarkan Muslim untuk selalu memohon bimbingan agar terhindar dari kesesatan dan kemurkaan ilahi.