Dalam khazanah keislaman, terdapat beberapa surat pendek yang sering kali menjadi fokus utama dalam hafalan dan tadarus harian umat Muslim. Salah satu yang mungkin kurang dikenal secara eksplisit dengan nama "Surat Qulya" adalah merujuk pada rangkaian surat-surat yang dimulai dengan frasa "Qul" (قُلْ), yang berarti "Katakanlah".
Frasa "Qul" ini muncul berkali-kali dalam Al-Qur'an, berfungsi sebagai perintah ilahi kepada Nabi Muhammad SAW (dan secara implisit kepada umatnya) untuk menyampaikan wahyu atau tanggapan tertentu terhadap pertanyaan atau tuntutan dari kaum musyrikin pada masa itu. Meskipun tidak ada satu surat tunggal bernama "Surat Qulya", pembahasan ini akan fokus pada surat-surat yang paling terkenal yang dimulai dengan perintah ini, yaitu empat surat pelindung yang dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain (المعوذات).
Ilustrasi simbolis perintah 'Katakanlah' dalam Al-Qur'an.
Perintah "Katakanlah" ini sering kali muncul dalam konteks penting. Ia menunjukkan bahwa apa yang diucapkan setelahnya bukanlah opini pribadi, melainkan wahyu murni dari Allah SWT. Empat surat yang paling dominan terkait dengan frasa ini dan sering dikelompokkan sebagai perlindungan adalah:
Jika diasumsikan "Surat Qulya" merujuk pada surat yang paling fundamental dalam menyatakan Tauhid dengan perintah "Qul", maka Surat Al-Ikhlas adalah kandidat terkuat. Surat ini sering disebut sebagai 'sepertiga Al-Qur'an' karena padatnya makna tauhid di dalamnya.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
1. Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa."
2. Allah adalah Ash-Shamad (Tempat bergantung segala sesuatu).
3. (Dia) tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.
4. Dan tidak ada seorang pun yang menyamai Dia."
Surat ini adalah penegasan mutlak terhadap keesaan (Tauhid) Allah SWT. Ayat pertama menegaskan keunikan-Nya. Ayat kedua menjelaskan bahwa Allah adalah Dzat yang sempurna, tempat segala makhluk bergantung dan membutuhkan-Nya, namun Dia sendiri tidak membutuhkan siapapun. Dua ayat terakhir adalah penafian terhadap segala bentuk penyimpangan tauhid, seperti keyakinan bahwa Allah memiliki keturunan atau memiliki padanan. Surat ini memberikan definisi paling ringkas dan padat tentang hakikat Allah.
Selain Al-Ikhlas, dua surat lain yang dimulai dengan "Qul a'udzu" (Katakanlah, aku berlindung) juga sangat vital dan sering dibaca sebagai ruqyah (doa perlindungan).
Surat ini dimulai dengan perintah: "Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai fajar (subuh).".
Isi surat ini adalah permohonan perlindungan dari kejahatan-kejahatan yang tampak dan tersembunyi, seperti kejahatan malam apabila telah gelap gulita, kejahatan tukang sihir wanita, dan kejahatan pendengki apabila ia dengki.
Surat terakhir dalam Al-Qur'an ini dimulai dengan: "Katakanlah, aku berlindung kepada Tuhan (Pemelihara) manusia.".
Surat ini secara spesifik memohon perlindungan dari godaan setan yang bersembunyi di dalam diri manusia (waswas) yang membisikkan kejahatan, baik dari kalangan jin maupun manusia. Kedua surat ini sering diamalkan bersama Al-Ikhlas dan Al-Kafirun setelah shalat fardhu atau sebelum tidur.
Secara keseluruhan, frasa "Qul" dalam konteks surat-surat ini berfungsi sebagai pondasi pengakuan iman, di mana umat Islam diperintahkan untuk menyatakan kebenaran mutlak (Tauhid Al-Uluhiyyah dalam Al-Ikhlas) dan secara aktif mencari perlindungan ilahi (Al-Falaq dan An-Nas) dari segala bentuk gangguan.