Al-Qur'an adalah pedoman hidup umat Islam, dan setiap surahnya memiliki keistimewaan serta hikmah yang mendalam. Di antara sekian banyak surah, Surat An-Nas dan Surat Ad-Dhuha sering kali menjadi bacaan rutin umat Muslim karena kandungan maknanya yang menenangkan jiwa dan memberikan perlindungan.
Simbol ketenangan dan perlindungan Ilahi.
Surat An-Nas (Manusia) adalah surah ke-114 dan merupakan penutup dari mushaf Al-Qur'an. Surah ini secara spesifik mengajarkan kita untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari bisikan jahat yang datang dari jin dan manusia.
(Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (pemelihara) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.")
Keutamaan An-Nas sangat besar. Ia bersama Surat Al-Falaq (Mu'awwidzatain) berfungsi sebagai tameng spiritual sehari-hari. Ketika dibaca, seorang Muslim mengakui bahwa satu-satunya sumber kekuatan dan perlindungan adalah Allah, yang merupakan Rabb (Pemelihara), Malik (Raja), dan Ilah (Sembahan) sejati bagi seluruh umat manusia.
Fokus utama An-Nas adalah melawan 'waswas' (bisikan jahat). Bisikan ini bisa datang dari jin yang memang diciptakan untuk menggoda, maupun dari manusia yang perilakunya menyesatkan. Dengan berlindung kepada Sang Raja yang menguasai segalanya, kita mendeklarasikan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat menembus perlindungan Ilahi tersebut, selama kita teguh memintanya.
Surat Ad-Dhuha (Waktu Duha), surah ke-93, memiliki latar belakang sejarah yang mengharukan. Surah ini diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW mengalami jeda wahyu (fathrah), yang sempat membuat beliau merasa cemas dan sedih. Turunnya Ad-Dhuha membawa penegasan cinta dan perhatian Allah SWT kepada beliau.
(Demi waktu duha (ketika matahari naik), dan demi malam apabila telah sunyi (gelap). Tuhanmu tidak meninggalkanmu (Muhammad) dan tidak (pula) murka kepadamu. Dan sungguh, kehidupan akhirat itu lebih baik bagimu daripada (kehidupan) dunia. Dan kelak Tuhanmu pasti menganugerahkan (nikmat) kepadamu, sehingga engkau menjadi puas.)
Makna Ad-Dhuha adalah pengingat bahwa kesulitan adalah sementara. Ayat pembukaannya ("Demi waktu duha dan demi malam apabila telah sunyi") menunjukkan bahwa Allah bersumpah dengan waktu-waktu tertentu, menegaskan bahwa baik masa kegelapan (malam) maupun masa kebangkitan (dhuha), semuanya berada dalam pengawasan-Nya.
Pesan terkuat dari surah ini terdapat pada ayat: "Tuhanmu tidak meninggalkanmu dan tidak pula murka kepadamu." Kalimat ini menjadi penenang utama bagi siapapun yang merasa ditinggalkan, gagal, atau sedang menghadapi masa sulit. Rasa putus asa seringkali merupakan jebakan setan, namun Ad-Dhuha mengajarkan untuk selalu menaruh harapan pada janji Allah bahwa akhir yang baik (akhirat) jauh lebih mulia daripada dunia, dan Allah pasti akan memberikan karunia hingga kita ridha.
Meskipun berbeda fokusnya—satu tentang perlindungan eksternal (An-Nas) dan yang lain tentang ketenangan internal/harapan (Ad-Dhuha)—keduanya saling melengkapi dalam praktik spiritual seorang Muslim.
Membaca Surat Ad-Dhuha di pagi hari, saat waktu dhuha itu sendiri tiba, dapat menyegarkan semangat dan mengingatkan bahwa setelah malam yang panjang (kesulitan), cahaya pertolongan Allah pasti datang. Sementara itu, An-Nas dibaca sebagai benteng pertahanan sepanjang hari dari setiap ancaman yang tak terlihat.
Kekuatan spiritual membaca surat-surat pendek ini terletak pada pemahaman maknanya. Saat kita membaca "Aku berlindung kepada Raja Manusia," kita menanggalkan semua rasa takut dan berserah diri. Ketika kita membaca "Tuhanmu tidak meninggalkanmu," kita mengisi hati dengan optimisme yang bersumber dari janji Ilahi. Melalui An-Nas dan Ad-Dhuha, seorang mukmin diajak untuk selalu waspada namun juga selalu berharap, dalam naungan dan perlindungan Allah Yang Maha Kuasa.