Surat Al-Qadr, atau sering dirujuk melalui ayat pertamanya "Inna Anzalna" (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya), adalah salah satu permata terpendek namun paling sarat makna dalam Al-Qur'an. Terletak di penghujung mushaf, surat ke-97 ini secara khusus membahas tentang malam yang lebih baik daripada seribu bulan: Malam Lailatul Qadar.
Keutamaan surat ini terletak pada fokusnya yang tunggal dan mendalam: menjelaskan turunnya Al-Qur'an dan kemuliaan malam di mana wahyu pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
1. Inna anzalnahu fii lailatil qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam Al-Qadr).
2. Wa maa adraaka maa lailatul qadr (Dan tahukah kamu apakah malam Al-Qadr itu?).
3. Lailatul qadri khairum min alfi syahr (Malam Al-Qadr itu lebih baik daripada seribu bulan).
4. Tanazzalul malaa’ikatu war-ruhu fiihaa bi’idzni Rabbihim min kulli amr (Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya membawa setiap urusan).
5. Salaamun hiya hattaa matla’il fajr (Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar).
Ayat "Inna Anzalna" langsung membuka dengan penekanan kuat. Kata "Kami" (anazalna) merujuk kepada Allah SWT, menegaskan bahwa penurunan Al-Qur'an, sumber petunjuk utama umat Islam, adalah peristiwa ilahi yang terencana. Meskipun Al-Qur'an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, malam Al-Qadr diyakini sebagai malam di mana seluruh Al-Qur'an diturunkan sekaligus dari Lauhul Mahfudz ke langit dunia.
Pertanyaan retoris "Wa maa adraaka maa lailatul qadr?" berfungsi untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan kekaguman pembaca. Dengan bertanya balik, Allah SWT mengisyaratkan bahwa kemuliaan malam ini melampaui pemahaman akal manusia biasa, menjadikannya misteri yang patut dihormati.
Pernyataan bahwa malam Al-Qadr lebih baik daripada seribu bulan (sekitar 83 tahun) adalah penegasan statusnya yang tak tertandingi. Beribadah pada malam ini, dengan melakukan shalat, membaca Al-Qur'an, atau berzikir, mendapatkan pahala yang jauh melebihi amal saleh yang dilakukan selama rentang waktu ribuan bulan tanpa malam tersebut. Ini menunjukkan betapa berharganya waktu tersebut bagi umat yang beriman.
Aktivitas utama pada malam Al-Qadr adalah turunnya barisan malaikat yang dipimpin oleh Ruhul Qudus (Jibril AS). Mereka turun bukan tanpa tujuan, melainkan membawa "setiap urusan" atau ketetapan Allah SWT untuk tahun yang akan datang. Kehadiran malaikat dalam jumlah besar memberikan suasana ketenangan dan rahmat yang meliputi bumi.
Ayat penutup ini menegaskan tema utama malam itu: kedamaian ('Salaam'). Malam Al-Qadr adalah malam yang dipenuhi dengan rahmat, tanpa ada keburukan atau gangguan. Kedamaian ini berlangsung hingga waktu Subuh tiba. Ini adalah pesan pengharapan dan ketenangan bagi orang-orang yang menghidupkan malam tersebut dalam ketaatan.
Meskipun Al-Qur'an tidak menyebutkan tanggal pasti Lailatul Qadar, Nabi Muhammad SAW memberikan petunjuk bahwa malam tersebut berada di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam ganjil. Oleh karena itu, umat Muslim berlomba-lomba untuk melakukan iktikaf (berdiam diri di masjid) selama sepuluh hari terakhir tersebut.
Tujuan utama pencarian malam Al-Qadr bukanlah sekadar menemukan tanggalnya, melainkan memanfaatkan momentum spiritual yang luar biasa ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keutamaan ibadah di malam ini menjadi motivasi terbesar bagi setiap Muslim untuk meningkatkan kualitas amalannya di bulan Ramadhan, mengamalkan semangat yang terkandung dalam inti "Inna Anzalna"—yaitu penghargaan tertinggi terhadap Al-Qur'an dan perintah ilahi.