Janji Balasan Bagi Orang Bertakwa dalam Al-Lail

Al-Qur'an adalah sumber petunjuk yang tak pernah kering, menawarkan visi kehidupan yang mulia, terutama mengenai balasan bagi mereka yang memilih jalan ketaatan meskipun dalam kesulitan. Ketika berbicara mengenai Surat Al-Lail, terdapat penekanan kuat pada perbedaan nasib antara orang yang berinfak (sedekah) dan orang yang kikir. Meskipun Anda menyebutkan "surat al lail ayat 92", perlu dicatat bahwa Surat Al-Lail hanya memiliki 21 ayat. Kami akan fokus pada inti ayat-ayat yang membahas janji tersebut, yaitu ayat 9 hingga 11, yang merupakan poros dari pesan keadilan ilahi.

Konteks Ayat: Pembalasan Keadilan

Surat Al-Lail (Malam Hari) dibuka dengan sumpah-sumpah agung Allah SWT yang menunjukkan kekuasaan-Nya atas ciptaan-Nya, seperti siang dan malam. Setelah menggambarkan berbagai variasi kondisi manusia—ada yang berusaha keras dan ada yang merasa cukup—Allah SWT kemudian menyampaikan inti pesannya: usaha yang dilakukan manusia akan dibalas setimpal. Ayat-ayat yang menjadi inti pembahasan ini adalah janji manis bagi hamba yang memilih untuk menyingkirkan keraguan dan mendekatkan diri kepada Allah melalui harta yang dimilikinya.

Ayat 9 hingga 11 menjelaskan perbandingan antara dua sikap fundamental manusia dalam menghadapi nikmat berupa harta: sikap dermawan yang didorong oleh ketakwaan, dan sikap bakhil yang berujung pada kesesatan.

Infak Kikir

Teks dan Terjemahan Ayat Kunci

Berikut adalah lafal dari tiga ayat yang secara eksplisit menjanjikan balasan bagi ketaatan dan kedermawanan:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ (9)

وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ (10)

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ (11)

Terjemahannya adalah sebagai berikut:

Makna Mendalam "Jalan Kemudahan"

Janji dalam ayat 11 adalah janji yang luar biasa. Allah SWT berfirman bahwa bagi siapa pun yang memiliki dua kualitas utama—yaitu mendermakan hartanya karena didasari ketakwaan kepada Allah, dan membenarkan adanya balasan terbaik (pahala akhirat)—maka Allah sendiri yang akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat.

"Jalan kemudahan" (Al-Yusra) ini mencakup banyak aspek. Dalam kehidupan duniawi, ini berarti dimudahkan dalam mencari rezeki yang halal, dimudahkan dalam menghadapi ujian hidup, dan dimudahkan dalam melakukan kebaikan. Hati menjadi lapang, urusan yang tadinya sulit menjadi terasa ringan karena keberkahan dari sedekah yang telah dikeluarkan.

Namun, makna yang paling utama terwujud di akhirat. Kemudahan yang dijanjikan adalah kemudahan dalam menghadapi sakaratul maut, kemudahan saat hisab, dan kemudahan melintasi Shirathal Mustaqim menuju surga Firdaus. Ini adalah imbalan langsung dari kemurahan hati yang tulus saat di dunia.

Kontras dengan Sikap Kekikiran

Sebagai penyeimbang, ayat-ayat berikutnya (Ayat 12 hingga 16) menjelaskan nasib orang yang kikir. Orang yang bakhil dan mendustakan pahala terbaik, akan disiapkan baginya jalan kesukaran (Al-'Usra). Kesukaran ini bukan sekadar kesulitan materi, tetapi kesukaran spiritual yang mengantarkan pada penyesalan abadi.

Pesan utama dari Surat Al-Lail, khususnya dari ayat 9 hingga 11, adalah bahwa nilai sejati harta bukanlah terletak pada jumlahnya yang tersimpan, melainkan pada seberapa efektif harta tersebut digunakan untuk mencari keridaan Ilahi. Kunci untuk membuka pintu kemudahan dunia dan akhirat adalah kesediaan untuk memberi dengan hati yang bertakwa, sambil membenarkan janji-janji surga yang Maha Adil.

Refleksi mendalam terhadap ayat-ayat ini mendorong umat Islam untuk terus berjuang melawan hawa nafsu kekikiran. Sebab, setiap rupiah yang disalurkan di jalan Allah adalah investasi abadi yang dijamin oleh Sang Pencipta alam semesta akan dibalas dengan kemudahan yang tak terhingga.

🏠 Homepage