Surat Al-Lahab (atau Al-Masad) adalah surat ke-111 dalam Al-Qur'an yang memiliki cakupan makna yang sangat spesifik dan langsung menargetkan salah satu musuh bebuyutan Islam di masa awal kenabian, yaitu Abu Lahab beserta istrinya.
Meskipun surat ini pendek, setiap ayatnya mengandung pelajaran mendalam tentang konsekuensi dari permusuhan terhadap kebenaran dan penolakan terang-terangan terhadap risalah Nabi Muhammad SAW. Fokus kita kali ini adalah menelaah secara mendalam ayat keempat dari surat yang agung ini.
(Demikian pula) dan istrinya, pembawa kayu bakar,
Ayat keempat ini secara spesifik menyebutkan nasib istri Abu Lahab, Ummu Jamil binti Harb, saudara perempuan Abu Sufyan. Ayat ini menegaskan bahwa ia pun akan menerima balasan yang setimpal atas perbuatannya.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "حَمَّالَةَ الۡحَطَبِ" (Hammālat al-Hatab), yang berarti "pembawa kayu bakar". Dalam konteks tafsir, frasa ini memiliki dua penafsiran utama yang saling melengkapi, keduanya menunjukkan keburukan dan permusuhan aktifnya terhadap Islam:
Sebagian besar mufassir menafsirkan "membawa kayu bakar" secara metaforis. Ummu Jamil dikenal karena selalu berusaha menghalangi dakwah suaminya, Abu Lahab, dan bahkan berusaha menyakiti Nabi Muhammad SAW secara fisik. Kayu bakar di sini melambangkan duri atau penghalang yang ia sebarkan di jalan Rasulullah. Ia secara aktif mengumpulkan 'bahan bakar' kebencian dan fitnah untuk membakar semangat keimanan umat Islam.
Penafsiran lain, yang juga kuat, merujuk pada kondisi ekstrem di akhirat. Istri Abu Lahab akan digambarkan membawa kayu bakar yang sangat besar dan berat di atas punggungnya untuk dilemparkan ke dalam api neraka sebagai bentuk hukuman atas kebencian yang ia tanamkan semasa hidupnya. Interpretasi harfiah ini memperkuat gambaran siksaan yang pedih dan melelahkan.
Penyebutan istri Abu Lahab dalam surat ini menunjukkan betapa besarnya peran aktif kaum wanita dalam menentang ajaran tauhid saat itu. Ummu Jamil tidak hanya diam mendukung suaminya, tetapi ia adalah mitra aktif dalam permusuhan. Riwayat menyebutkan bahwa ia pernah datang membawa duri-duri tajam dan meletakkannya di jalan tempat Nabi Muhammad biasa berjalan. Tindakan provokatif ini menunjukkan tingkat kebencian pribadi yang mendalam, sehingga Allah SWT mengabadikannya dalam Al-Qur'an sebagai peringatan.
Ayat ini mengajarkan bahwa permusuhan terhadap kebenaran tidak pandang bulu; baik pria maupun wanita, jika mereka secara aktif memusuhi risalah Allah, mereka akan dimintai pertanggungjawaban. Janji balasan yang spesifik dalam ayat ini (membawa kayu bakar) merupakan cerminan dari perbuatan buruk yang ia lakukan di dunia, menunjukkan prinsip keadilan ilahi bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan dibalas setimpal.