Surat Al-Kahfi, yang berarti 'Gua', adalah surat ke-18 dalam Al-Qur'an dan memiliki kedudukan istimewa, terutama karena keutamaannya dibaca pada hari Jumat. Salah satu ayat kunci yang sering direnungkan dalam surat ini adalah ayat ke-10, yang berbicara langsung kepada hati orang-orang beriman yang sedang menghadapi ujian atau rasa takut.
Ayat ini merupakan inti dari kisah Ashabul Kahfi (Para Pemilik Gua), sekelompok pemuda saleh yang memilih untuk meninggalkan kemewahan dan kekafiran kaum mereka demi mempertahankan akidah. Mereka menghadapi dilema besar: hidup dalam kemunafikan atau menghadapi ancaman penganiayaan.
Permohonan yang dipanjatkan oleh para pemuda ini sangat komprehensif dan relevan bagi setiap Muslim yang menghadapi kesulitan hidup. Doa ini terdiri dari dua permintaan utama yang saling berkaitan:
Permintaan pertama adalah memohon rahmah (rahmat atau kasih sayang) langsung dari Allah SWT. Rahmat di sini bukan hanya berarti pertolongan biasa, tetapi perlindungan ilahi, ketenangan batin, dan keberkahan dalam setiap aspek kehidupan. Dalam konteks mereka, rahmat tersebut terwujud dalam bentuk perlindungan fisik di dalam gua dan ketenangan spiritual yang memungkinkan mereka teguh pada keyakinan. Bagi kita, rahmat Allah adalah sumber dari segala kebaikan dan penolak segala keburukan.
Permintaan kedua adalah agar Allah menyiapkan rasyadan (petunjuk yang lurus) dalam urusan mereka. Rasyad adalah lawan dari kesesatan. Para pemuda tersebut menyadari bahwa kekuatan fisik atau kecerdasan mereka tidak cukup; mereka membutuhkan panduan ilahi agar setiap langkah yang diambil—mulai dari keputusan berlindung, cara bertahan hidup, hingga bagaimana kelak menghadapi dunia luar—selalu berada di jalan yang benar menurut pandangan Allah.
Permintaan ini menunjukkan kesadaran penuh bahwa manusia memerlukan bimbingan konstan. Dalam menghadapi tantangan modern seperti godaan dunia, disinformasi, atau tekanan sosial, memohon rasyadan berarti meminta kejernihan hati untuk membedakan mana yang hak dan mana yang batil.
Surat Al-Kahfi seringkali dikaitkan dengan empat ujian terbesar dalam kehidupan, dan ayat 10 ini menjadi fondasi untuk menghadapi ketiganya: Ujian Iman (Ashabul Kahfi sendiri), Ujian Kekayaan (Kisah Pemilik Kebun), Ujian Ilmu (Kisah Nabi Musa dan Khidr), dan Ujian Kekuasaan (Kisah Dzulqarnain).
Saat kita membaca atau merenungkan ayat ini, kita diingatkan untuk:
Oleh karena itu, Surat Al Kahfi ayat ke-10 berfungsi sebagai doa permanen bagi setiap mukmin. Ia adalah pengingat bahwa di tengah badai kehidupan—terlepas dari godaan kekayaan, ilmu yang menyesatkan, atau tekanan sosial—satu-satunya jangkar yang menyelamatkan adalah rahmat dan petunjuk lurus dari Tuhan Yang Maha Penyayang.