Ilustrasi konsep perbandingan duniawi dan ukhrawi.
Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an, dikenal memiliki banyak pelajaran moral dan spiritual, terutama kisah-kisah yang relevan bagi kehidupan seorang mukmin dalam menghadapi fitnah dunia. Di antara ayat-ayatnya yang sarat makna, Surat Al-Kahfi ayat 95 memberikan penekanan kuat mengenai hakikat dunia yang fana dibandingkan dengan janji Allah SWT di akhirat.
Ayat ini merupakan puncak dari interaksi antara Nabi Musa AS dan hamba Allah yang saleh, Khidir (as). Mereka telah melakukan perjalanan panjang yang penuh dengan peristiwa tak terduga, di mana Musa AS beberapa kali merasa kurang sabar dan ingin segera memahami hikmah di balik tindakan Khidir. Ayat 95 ini menandai titik akhir dari perjalanan bersama mereka. Khidir akhirnya memutuskan untuk berpisah sambil memberikan kunci pemahaman (ta'wil) atas semua tindakan yang telah ia lakukan.
Konteks ayat ini sangat erat kaitannya dengan ujian kesabaran. Nabi Musa AS, seorang nabi yang memiliki kedudukan tinggi, diuji dengan mendampingi Khidir yang melakukan tindakan-tindakan yang tampak janggal dan kontradiktif dengan syariat zhahir (melubangi perahu, membunuh seorang anak, dan memperbaiki dinding yang hampir roboh). Pada setiap kejadian, Musa AS gagal menahan diri dan menanyakan alasannya sebelum waktu yang tepat.
Ketika tiba di ayat 95, Khidir menegaskan bahwa batas kesabaran telah tercapai. Ini adalah pelajaran krusial bagi kita semua. Islam mengajarkan bahwa banyak hikmah ilahiah yang tersembunyi di balik peristiwa yang tampak buruk atau membingungkan di mata manusia. Meminta penjelasan terlalu cepat atau menuntut jawaban instan seringkali menunjukkan kurangnya kepercayaan penuh terhadap kebijaksanaan Allah SWT yang Maha Mengetahui, meskipun yang kita hadapi adalah cobaan berat.
Mengapa Khidir menunda penjelasan hingga saat perpisahan? Penundaan ini mengajarkan bahwa pemahaman sejati (ta'wil) seringkali memerlukan proses pendewasaan spiritual dan kesabaran yang mendalam. Jika Musa AS diberi tahu di awal, kemungkinan besar ia akan menghakimi tindakan Khidir berdasarkan pengetahuan terbatasnya, dan kesabaran yang dibutuhkan untuk menerima takdir Allah tidak akan tercapai secara sempurna.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah bahwa dalam menghadapi musibah, kehilangan, atau kejadian yang tidak kita sukai, sikap pertama yang seharusnya adalah sabr (sabar). Kita harus menahan diri dari menghakimi ketetapan Allah. Pemahaman penuh seringkali baru datang ketika badai telah berlalu, atau ketika kita telah mencapai kedewasaan spiritual yang memampukan kita melihat gambaran besar dari rencana Ilahi. Surat Al-Kahfi ayat 95 mengingatkan kita bahwa kesabaran adalah prasyarat untuk mendapatkan hikmah yang lebih dalam.
Surat Al-Kahfi secara umum diturunkan untuk memberikan perlindungan dari empat fitnah besar: fitnah agama (pemilik gua), fitnah harta (pemilik dua kebun), fitnah ilmu (kisah Musa dan Khidir), dan yang terbesar, fitnah dunia dan kekuasaan (Zulqarnain). Ayat 95, yang menutup kisah Musa dan Khidir, secara implisit mempersiapkan pembaca untuk menghadapi segala bentuk kesulitan duniawi dengan mengedepankan penyerahan diri dan kesabaran, bekal utama melawan Dajjal kelak.
Memahami ayat ini membantu seorang mukmin untuk tidak mudah putus asa atau meragukan keadilan Tuhan ketika dihadapkan pada kesulitan yang tak terjelaskan. Kita diajak untuk meneladani kesabaran Nabi Musa AS, meskipun ia harus ditegur, untuk akhirnya menerima kebenaran penuh di penghujung waktu yang telah ditentukan. Mengamalkan makna ayat 95 adalah berjalan teguh di jalan ketaatan, menanti penjelasan terbaik dari Allah SWT di saat yang paling tepat.
— Akhir dari Penjelasan Terkait Ayat 95 —