Ilustrasi Pertemuan Dua Batasan Ilmu
Artinya:
"Inilah yang kita cari," kata Musa. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka.
Ayat ini adalah bagian penutup dari dialog antara Nabi Musa AS dengan muridnya, Nabi Khidir AS, yang menceritakan akhir dari perjalanan pencarian mereka terhadap ilmu laduni (ilmu yang langsung dari Allah) di pertemuan dua lautan.
Untuk memahami makna mendalam dari Surat Al-Kahfi ayat 78, kita perlu melihat konteksnya. Kisah Musa dan Khidir adalah salah satu narasi terpenting dalam Al-Qur'an yang mengajarkan tentang batasan ilmu manusia dan kebijaksanaan ilahi yang tidak selalu dapat dijangkau oleh logika awam. Ayat 78 ini datang setelah Khidir AS menjelaskan kepada Musa AS mengapa ia melakukan tindakan-tindakan yang terlihat janggal, seperti merusak perahu, membunuh seorang anak muda, dan memperbaiki dinding yang hampir roboh.
Setelah Khidir selesai menjelaskan hikmah di balik setiap perbuatannya, Musa AS menyadari bahwa kesabarannya telah habis dan ia belum mampu menahan diri untuk tidak bertanya (sebagaimana yang telah diperingatkan Khidir sebelumnya).
Ayat 77 menjelaskan bahwa ketika mereka telah tiba di desa dan meminta izin untuk tinggal, penduduk desa menolak memberikan jamuan. Kemudian Khidir berinisiatif memperbaiki dinding yang hampir roboh (tanpa upah). Musa sempat berkomentar, "Jika engkau mau, pasti engkau bisa meminta imbalan atas usaha itu." Di sinilah Khidir menegaskan perbedaan tingkatan ilmu mereka.
Kemudian, **Ayat 78** menjadi puncak kesadaran Musa. Ketika Khidir ditugaskan untuk memimpin perjalanan kembali—mungkin kembali ke titik pertemuan awal atau menuju tujuan selanjutnya—Khidir berkata, "Inilah yang kita cari (momen kita berpisah atau mencapai batas ilmu yang bisa kusampaikan padamu)." Setelah itu, Musa kembali menyadari kesalahannya dan mereka pun berpisah.
Frasa "Inilah yang kita cari" (ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ) menandakan bahwa tujuan utama pertemuan tersebut, yaitu saat di mana Musa mencapai batas kesabarannya dan Khidir menyelesaikan misinya dalam menguji Musa, telah tercapai. Ayat ini menekankan bahwa setiap ilmu memiliki titik akhirnya, dan ilmu yang dimiliki Nabi Musa AS, walau sangat tinggi, masih berada di bawah ilmu yang dimiliki Khidir AS, yang merupakan ilmu langsung dari sisi Allah.
Perjalanan ini mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu, khususnya ilmu hakikat, murid harus menanggalkan egonya dan memegang teguh janji ketaatan kepada gurunya. Musa gagal dalam ujian pertama ketika ia tidak sabar melihat perahu dirusak, dan gagal lagi ketika ia mempertanyakan keputusan Khidir mengenai anak muda itu. Ayat 78 menandai titik di mana Musa mengakui ketidakmampuannya untuk terus bersabar menahan diri dari bertanya.
Setelah dialog penutup, disebutkan bahwa mereka "kembali mengikuti jejak mereka." Ini menunjukkan bahwa proses mencari ilmu adalah sebuah siklus yang berulang. Setelah mencapai satu titik pencapaian, mungkin ada pelajaran baru yang harus diulang atau tujuan yang baru harus dicapai. Namun, dalam konteks ini, bagi Musa, petualangan khusus bersama Khidir telah berakhir.
Kisah Nabi Musa dan Khidir dalam Surat Al-Kahfi memberikan landasan kuat bahwa ilmu yang Allah berikan memiliki dimensi yang melampaui nalar manusia biasa. Kesabaran bukan hanya tentang menunggu, tetapi juga tentang menerima kebijaksanaan di balik peristiwa yang tampak tidak adil atau tidak masuk akal. Ayat 78 menjadi penutup narasi yang menegaskan bahwa setiap perjalanan pencarian ilmu akan menemukan titik akhir sesuai dengan takdir yang telah digariskan Allah SWT.