(26) Katakanlah, "Allah Maha Mengetahui berapa lama mereka tinggal." Bagi-Nya-lah segala rahasia yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya! Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia, dan Dia tidak memasukkan seorang pun ke dalam pemerintahan-Nya.
(27) Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya, dan engkau tidak akan menemukan tempat berlindung selain dari-Nya.
(28) Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan duniawi; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, dan menuruti keinginannya dan keadaannya itu melewati batas.
(29) Dan katakanlah, "Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin beriman, biarlah dia beriman; dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah dia kafir." Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang yang zalim (siksaan) kebakaran yang nyalanya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta pertolongan, mereka akan diberi pertolongan dengan air seperti minyak mendidih yang menghanguskan wajah. Seburuk-buruk minuman dan seburuk-buruk tempat peristirahatan!
(30) Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan terbaik.
Lima ayat terakhir dari bagian awal Surat Al-Kahfi ini menyimpan pesan-pesan fundamental tentang kebenaran ilahi, kesetiaan dalam iman, dan konsekuensi akhir dari pilihan hidup. Ayat-ayat ini sering kali menjadi pengingat kuat bagi Nabi Muhammad SAW dan umatnya di tengah tantangan dakwah.
Ayat 26 dimulai dengan penekanan mutlak pada ilmu Allah: "Katakanlah, 'Allah Maha Mengetahui berapa lama mereka tinggal.'" Ayat ini menjawab pertanyaan orang-orang musyrik mengenai masa tinggal Ashabul Kahfi (pemuda gua). Pesan utamanya adalah bahwa perhitungan waktu, rahasia tersembunyi di langit dan bumi, serta segala sesuatu yang tampak atau tersembunyi, semuanya berada dalam pengawasan penuh Allah SWT. Tidak ada celah atau kekhilafan dalam ilmu-Nya. Lebih lanjut, ayat ini menegaskan eksklusivitas kekuasaan dan pemerintahan-Nya: "Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia, dan Dia tidak memasukkan seorang pun ke dalam pemerintahan-Nya." Ini adalah penolakan tegas terhadap segala bentuk kesyirikan atau penyekutuan dalam hak prerogatif Ilahi.
Setelah menegaskan kedaulatan-Nya, Allah memerintahkan Nabi untuk terus menyampaikan wahyu: "Dan bacakanlah (Muhammad) apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu." Inti dari perintah ini adalah jaminan keaslian dan keabadian Al-Qur'an: "Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya." Ini memberikan ketenangan bahwa petunjuk yang dibawa adalah kebenaran murni yang kekal. Jika manusia mencari pelarian dari kesesatan, satu-satunya tempat berlindung yang sah adalah kembali kepada Kitabullah.
Ayat 28 adalah petunjuk praktis yang sangat penting mengenai pembentukan komunitas spiritual: "Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya." Kualitas persahabatan sangat menentukan kualitas iman seseorang. Seorang mukmin harus memilih lingkungan yang fokusnya adalah mencari Wajah Allah (ridha-Nya), bukan sekadar mencari kenikmatan duniawi sesaat—"janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan duniawi." Mengikuti hawa nafsu dan melupakan dzikir adalah ciri orang yang celaka, dan hal ini harus dijauhi.
Ayat ini memberikan kebebasan memilih yang diiringi konsekuensi yang jelas. Kebenaran telah disampaikan: "Katakanlah, 'Kebenaran itu datang dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin beriman, biarlah dia beriman; dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah dia kafir.'" Islam tidak memaksakan keyakinan. Namun, kebebasan ini berpasangan dengan pertanggungjawaban mutlak. Bagi yang memilih kekafiran (zalim), balasan yang disiapkan adalah neraka yang mengerikan, digambarkan dengan metafora minuman yang menghanguskan wajah.
Sebagai penutup yang penuh harapan, ayat 30 memberikan janji mulia sebagai penyeimbang ancaman sebelumnya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan terbaik." Kunci keberuntungan sejati bukanlah pada panjangnya usia atau kemegahan dunia, tetapi pada kualitas keimanan yang dibuktikan melalui amal perbuatan terbaik. Allah menjamin bahwa setiap usaha kebaikan, sekecil apapun, akan dihargai sepenuhnya.