Fokus Kehidupan Duniawi dan Akhirat

Ilustrasi Perbandingan Dunia dan Akhirat Dua tangan memegang timbangan, satu sisi mewakili gemerlap dunia (emas), sisi lain mewakili cahaya surgawi (mutiara). Dunia Akhirat

Menggali Kedalaman Surat Al-Kahfi Ayat 103

Surat Al-Kahfi adalah salah satu permata dalam Al-Qur'an, seringkali dianjurkan untuk dibaca pada hari Jumat karena menyimpan banyak pelajaran penting mengenai ujian kehidupan, fitnah Dajjal, dan hakikat eksistensi manusia. Di antara ayat-ayatnya yang sarat hikmah, terdapat satu penutup yang sangat kuat mengenai orientasi hidup kita, yaitu pada **Surat Al-Kahfi Ayat 103**.

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا
Katakanlah (Muhammad): "Maukah Kami beritakan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?"

Ayat ini, meskipun pendek, adalah sebuah peringatan yang keras dan langsung dari Allah SWT melalui lisan Rasulullah ﷺ. Frasa "yang paling merugi perbuatannya" (أَخْسَرِينَ أَعْمَالًا) menimbulkan rasa ingin tahu sekaligus kecemasan. Kerugian di sini bukanlah kerugian materi di dunia, melainkan kerugian yang bersifat kekal dan fundamental—kegagalan total dalam investasi terbesar dalam hidup: amal perbuatan untuk akhirat.

Siapakah Mereka yang Paling Merugi?

Meskipun ayat 103 ini adalah kalimat tanya retoris, konteks ayat-ayat yang mengikutinya (hingga ayat 108) menjelaskan secara rinci siapa gerangan golongan yang dimaksud. Mereka adalah orang-orang yang kesibukannya di dunia telah membutakan mereka dari tujuan akhir penciptaan.

Mereka adalah orang-orang yang telah menghabiskan seluruh energi, waktu, dan sumber daya mereka untuk meraih kenikmatan duniawi yang fana. Mereka membangun istana, mengumpulkan harta, mengejar popularitas, dan merasa puas dengan pencapaian lahiriah mereka. Namun, mereka lupa satu hal krusial: bahwa semua itu akan lenyap, sementara pertanggungjawaban amal saleh yang benar-benar bernilai adalah yang ditujukan untuk negeri keabadian.

Kesalahan fatal mereka terletak pada kesadaran yang keliru mengenai hakikat kehidupan. Mereka mengira kehidupan dunia adalah tujuan utama, padahal ia hanyalah ladang ujian (mazra'atul lil-akhirah). Ayat 103 ini berfungsi sebagai lonceng peringatan sebelum kesimpulan datang. Ia memaksa pembaca untuk berhenti sejenak dan bertanya, "Apakah saya termasuk di antara mereka?"

Perbedaan antara Sibuk dan Produktif

Penting untuk dicatat, ayat ini tidak serta-merta mengharamkan aktivitas duniawi. Islam adalah agama yang seimbang. Bekerja keras mencari rezeki yang halal, membangun keluarga, dan berkontribusi pada kemakmuran masyarakat adalah ibadah. Namun, Al-Kahfi 103 menyoroti mereka yang aktivitasnya, betapapun sibuknya, ternyata nihil nilai di hadapan Allah karena niatnya yang keliru atau karena melupakan batas waktu.

Orang yang amalannya merugi adalah mereka yang karyanya didasari oleh kesombongan atau riya', atau mereka yang merasa amalnya sudah cukup tanpa perlu koreksi, padahal amal tersebut tidak sejalan dengan tuntunan syariat. Mereka mungkin rajin beramal, tetapi tanpa *ihsan* (kesempurnaan dalam beribadah dan beramal) dan tanpa bekal untuk hari perhitungan.

Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini mengingatkan kita untuk terus melakukan muhasabah diri. Apakah waktu yang kita habiskan hari ini lebih banyak tercurah untuk hal yang akan kekal atau hal yang akan hilang? Apakah kita telah memastikan bahwa setiap usaha duniawi kita memiliki jembatan menuju ridha Allah?

Fokus pada Kualitas, Bukan Hanya Kuantitas

Kerugian yang dimaksud dalam Al-Kahfi 103 juga berkaitan dengan kualitas amal. Seseorang bisa melakukan banyak kebaikan di mata manusia, tetapi jika kebaikan tersebut kering dari keikhlasan, ia bisa menjadi sia-sia. Keikhlasan adalah mata uang utama dalam transaksi akhirat. Ayat-ayat selanjutnya menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang yang menyangka bahwa mereka berbuat baik, namun ternyata perbuatan mereka sesat karena didasari oleh hawa nafsu yang tidak terkontrol dan kesalahpahaman fundamental tentang tujuan hidup.

Oleh karena itu, merenungkan Surat Al-Kahfi ayat 103 adalah undangan untuk meninjau ulang prioritas hidup. Sebelum kita mencapai hari di mana kita ditanya tentang apa yang telah kita kerjakan, mari kita pastikan bahwa landasan amal kita kokoh, niat kita murni, dan tujuan akhir kita jelas: meraih keridhaan Allah dan tempat terbaik di sisi-Nya. Ayat ini adalah pengingat abadi bahwa kehilangan akhirat karena mengejar dunia adalah kerugian hakiki yang tak terperikan.

🏠 Homepage