Kajian Surat Al-Ikhlas Ayat Kedua

Fokus: Surat Al-Ikhlas Ayat 2 Berbunyi

Surat Al-Ikhlas (QS. Al-Falaq, ayat 1-4) adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang memiliki kedudukan sangat mulia. Nabi Muhammad ﷺ pernah bersabda bahwa membacanya setara dengan sepertiga Al-Qur'an. Surat ini secara eksplisit mendefinisikan tauhid (keesaan Allah) dan menolak segala bentuk persekutuan atau penyamaan-Nya dengan makhluk ciptaan-Nya.

Ayat pertama telah menetapkan landasan: "Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha Esa.'" (Qul Huwallahu Ahad). Ayat kedua kemudian melanjutkan penegasan ini dengan sebuah deskripsi yang sangat mendalam tentang hakikat keberadaan Allah SWT.

ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ
Allāhuṣ-Ṣamad
"Allahus Shamad (Tempat bergantung segala sesuatu)."

Makna Mendalam "Allahus Shamad"

Kata kunci dalam ayat kedua ini adalah "Ash-Shamad" (الصَّمَدُ). Kata ini kaya makna dalam bahasa Arab klasik dan seringkali sulit diterjemahkan secara tunggal dan sempurna hanya dengan satu kata dalam bahasa lain. Namun, para mufassir (ahli tafsir) telah menjelaskan beberapa dimensi penting dari sifat ini.

Secara umum, Allahus Shamad berarti Allah adalah Zat yang mutlak menjadi tujuan dan sandaran bagi semua makhluk. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, dari atom terkecil hingga galaksi terbesar, dari kebutuhan fisik hingga kebutuhan spiritual, semuanya bergantung sepenuhnya kepada-Nya. Mereka semua membutuhkan Allah, tetapi Allah tidak membutuhkan siapapun.

Beberapa penafsiran yang sering dirujuk mengenai makna Ash-Shamad meliputi:

  1. Yang Maha Dibutuhkan: Dialah Zat yang seluruh makhluk bergantung kepada-Nya untuk segala kebutuhan mereka, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
  2. Yang Maha Sempurna dan Mulia: Beliau adalah zat yang mulia dan tidak memiliki kekurangan sedikit pun.
  3. Yang Tidak Berlubang (Al-A’jaz): Makna ini merujuk pada kesempurnaan zat-Nya. Berbeda dengan ciptaan-Nya yang pasti memiliki celah, kekurangan, atau kebutuhan yang harus dipenuhi (seperti perut yang lapar atau hati yang haus), Allah SWT adalah Zat yang utuh dan mandiri.

ALLAH

Visualisasi konsep kemandirian dan ketergantungan.

Implikasi Tauhid dalam Kehidupan

Memahami bahwa Surat Al-Ikhlas ayat 2 berbunyi "Allāhuṣ-Ṣamad" memiliki implikasi besar terhadap cara seorang Muslim menjalani hidupnya. Ketika kita benar-benar meyakini bahwa hanya Allah satu-satunya tempat bergantung, maka ada beberapa perubahan mendasar yang terjadi:

  1. Ketenangan Jiwa: Kecemasan terhadap masa depan berkurang drastis. Jika segala urusan bergantung pada Zat yang Maha Kuasa dan Maha Mengatur, maka kekhawatiran duniawi menjadi relatif kecil.
  2. Keberanian Moral: Tidak takut mencari pertolongan atau pujian dari makhluk yang pada dasarnya juga membutuhkan Allah. Fokus utama adalah mencari keridhaan Sang Pemilik segala urusan.
  3. Usaha Maksimal: Ketergantungan kepada Allah tidak berarti pasif. Justru, karena Allah Ash-Shamad, kita harus berusaha semaksimal mungkin (berikhtiar) karena itu adalah bagian dari perintah-Nya, lalu hasilnya kita serahkan kepada-Nya.

Ayat kedua ini menjadi jembatan penting antara pengakuan keesaan Allah (Ayat 1) dan penolakan terhadap persekutuan (Ayat 3 dan 4). Jika Allah adalah Ash-Shamad, bagaimana mungkin ada tuhan lain yang bisa menjadi sandaran atau tempat bergantung? Hal ini semakin menegaskan kemurnian tauhid yang diajarkan oleh Al-Qur'an.

Oleh karena itu, pengulangan surat ini dalam shalat sehari-hari adalah pengingat konstan bahwa fondasi spiritual kita adalah keyakinan mutlak pada kemandirian Allah SWT, Sang Sumber segala kebutuhan alam semesta.

🏠 Homepage